REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah
Pesta kembang api tidak memberikan manfaat, justru menyisakan kemubaziran yang dilarang agama.
Perayaan pergantian tahun 2014 boleh saja berlalu, tetapi gemerlap pestanya disadari ataupun tidak akan menyisakan ragam masalah, salah satunya ialah pesta meriah kembang api.
Jutaan rupiah digelontorkan masyarakat untuk kepuasaan sesaat. Lantas, bagaimana perspektif Islam menyikapi pesta kembang api tersebut?
Memang, ada segilintir ulama yang memperbolehkan pesta kembang api tersebut. Muncul nama Syekh Sulaiman al-Majid. Menurut dia, memang penyalaan kembang api tersebut membawa manfaat, semisal mendatangkan kebahagiaan.
Namun, tetap saja kata Pengasuh Program al-Jawab al-Kafi di stasiun televisi al-Majd itu, penyalaan kembang api mesti memperhatikan dan menjaga beberapa hal. Pertama, sikap berhati-hati agar tidak menyakiti orang lain, baik dari bunyi maupun dampak dari percikan apinya.
Kedua, pentingnya pengawasan dari orang tua. Ketiga, memilih lokasi yang tepat dan jauh dari kawasan padat penduduk. Seperti di lapangan terbuka yang jauh dari perumahan ataupun barang-barang berharga warga sekitar. “Selama ini bisa terjaga, maka tidak masalah,” ungkapnya.
Kecuali, jika memang pihak berwajib atau otoritas daerah setempat melarang, patuhilah ketetapan tersebut. Beberapa syarat yang diutarakan oleh Syekh Sulaiman pada tataran praktiknya sulit diterapkan.
Sontak, pernyataan Syekh Sulaiman memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Dar al-Ifta Palestina, menyerukan larangan bermaian petasan atau kembang api. Ketentuan pelarangan ini berlaku juga untuk jual beli barang tersebut.
Lembaga ini mengutarakan dampak dari mainan api tersebut, yakni risiko dari petasan tidak cuma ditanggung si pemain, juga mengancam keselamatan orang lain, berisiko memicu kebakaran, polusi, dan tentunya hanya bentuk menghambur-hamburkan harta secara sia-sia.
Ini bukan bentuk ungkapan kebahagiaan. Sayangnya, tradisi ini menjangkiti semua usia. Lembaga ini pun meminta agar pihak yang berwajib melarang peredaran petasan atau kembang api.
Senada dengan Dar al-Ifta Palestina, Lembaga Fatwa Libiya menyatakan larangan jual beli atau penggunaan apa pun permainan api al-'ab an-nariyyah menurut syariat. Ada unsur menyakiti orang lain di sana, termasuk menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran serta sangat riskan terhadap kebakaran.
Dar al-Ifta Libiya menyertakan sederet dalil baik dari Alquran dan sunah terkait larangan tersebut. Di antaranya, ayat ke 58 surah al-Ahzab: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”
Ini diperkuat dengan larangan menyakiti tetangga, apa pun bentuknya, seperti hadis yang dinukilkan Imam Bukhari bahwa Rasul menyatakan, siapa pun yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaknya tidak berbuat usil atau jahil ke tetangganya.
Sedangkan, rujukan pelarangan petasan atau kembang api karena dianggap sebagai bentuk pemborosan harta, yakni surah al-Isra ayat ke 26-27: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Dar al-Ifta Libiya, mengutip pula pernyataan Imam an-Nawawi, ketika menjelaskan hadis yang mengatakan bahwa Allah membenci tiga hal, salah satunya adalah pemborosan harta.
An-Nawawi yang bermazhab Syafii itu mengatakan, yang disebut pemborosan di sini adalah membelanjakan harta di luar koridor syariat dan mengarah pada kerusakan.
Sebab, larangan penghamburan harta itu, yakni unsur perusakan. “Allah tidak menyukai mereka yang berbuat onar,” kata Imam an-Nawawi. Karena itu, Dar al-Ifta Libiya di pengujung fatwanya meminta sanksi tegas bagi siapa pun yang bersentuhan dengan petasan tersebut.
Syekh Shalih Ibn al-Utsaimin menegaskan pula larangan jual beli atau pemakaian petasan. Dua alasan yang dikemukakan oleh cendekiawan asal Arab Saudi tersebut, yang pertama bentuk pemborosan harta dan kedua mengusik ketenangan, bahkan memicu bahaya kebakaran. Berangkat dari kedua alasan inilah, maka ia berpendapat hukumnya haram.