REPUBLIKA.CO.ID, Sebidang sawah dibeli Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid (BKMM). Sawah yang berada di Cianjur, Jawa Barat, itu luasnya mencapai 5.960 meter persegi. Penggarapnya, puluhan mualaf. Ini dilakukan agar mereka tak kembali berganti keyakinan karena kemiskinan. “Muslim harus peka terhadap keadaan para mualaf,” kata Ketua BKMM Nurdiati Akma.
Ada tiga kelompok mualaf yang menggarap sawah tersebut. Setiap kelompok terdiri atas sepuluh orang. Para mualaf memanfaatkan sawah BKMM dari masa tanam hingga panen. Tiga bulan sekali mereka memanen padi yang ditanam. Hasilnya mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Kami bagi dua, untuk penggarap dan BKMM,” kata Nurdiati.
BKMM tidak mempermasalahkan jika padi dikonsumsi langsung atau dijual kembali oleh para mualaf. Seorang anggota BKMM Cianjur ditugaskan untuk mengawasi kegiatan pertanian itu. Tujuannya, agar semua aktivitas berjalan baik.
Menurut dia, dana pembelian sawah diperoleh melalui infak jamaah saat tablig akbat BKMM pada 2007. Program ekonomi produktif dengan menggarap sawah ini sempat terkendala tenaga pengelola. Hal itu terjadi pada 2011.
Kala itu, orang yang dipercaya mendampingi penggarapan ternyata berlaku curang dengan menyampaikan hasil panen lebih rendah dibanding hasil sebenarnya. Perwakilan BKMM yang diminta mengawasi pun tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Tapi, sekarang pengelolaan sawah sudah mulai tertata dengan melibatkan para mualaf. Ini menjadi salah satu kegiatan ekonomi produktif BKMM. Mereka tak sekadar menggalang dakwah melalui lisan, tetapi telah bergerak ke arah muamalah.
Dan, ternyata bukan hanya sebidang sawah saja kegiatan ekonomi produktif mereka. BKMM juga membangun kerja sama dengan perusahaan kosmetik halal. Saat ini sudah ada 10 anggota BKMM yang berminat menjadi reseller produk kosmetik itu.
Mereka hanya perlu menyediakan uang Rp 1 juta untuk dibelanjakan ke beberapa produk. Keuntungan diperoleh melalui selisih harga beli dengan harga jual produk. Nurdiati mengatakan, permintaan dari BKMM di sejumlah provinsi pun sudah ada.
Mereka berminat pula menjadi reseller. “Kami akan menindaklanjutinya,” kata Nurdiati. Ia menyatakan, produk umat Islam sudah seharusnya dipasarkan dan digunakan umat Islam juga. Saat usaha mereka besar, tentu yang untung umat Islam.
Saat ini, BKMM juga sedang mencari ibu-ibu yang pandai membuat kue untuk dibantu pemasarannya. Keterampilan membuat kemasan dipraktikkan untuk membungkus kue-kue itu.
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) pun masuk ke ranah ekonomi. Saat ini, mereka sedang merintis perkebunan sawit. Lahannya mengandalkan wakaf dari masyarakat. Ketua Umum DDII Syuhada Bahri mengatakan, sudah ada 100 hektare lahan yang dimiliki.
“Kami menargetkan 1.000 hektare,” katanya, Rabu (18/12). Mereka yang ingin membantu, dapat mewakafkan uang tunai sebesar Rp 56 juta. Uang sebanyak itu dapat digunakan untuk memperoleh satu hektare lahan perkebunan sawit.
Syuhada yakin, 1.000 hektare perkebunan sawit kelak terpenuhi. Paling tidak, kata dia, ada 100 ribu dari 250 juta warga Indonesia bersedia mengeluarkan Rp 56 juta hingga Rp 60 juta. Ia mengatakan, dana besar sangat dibutuhkan untuk menggerakkan dakwah di pedalaman.
Sayangya, belum banyak Muslim yang mau membantu optimal gerakan tersebut. Dalam mengatasi kendala dana, selama ini DDII menggandeng pemerintah daerah. Caranya, DDII ikut membantu melaksanakan program-program pemerintah di daerah pedalaman, khususnya.
Meski ada kendala, ia menegaskan, lembaganya tak akan berhenti. “Kendala kami anggap sebagai vitamin,” kata Syuhada. Sudah ada 300 dai DDII yang disebar ke pelosok barat hingga timur pedalaman Indonesia.
Ada juga dai yang ditugaskan ke perbatasan Indonesia, seperti Atambua, Merauke, Nias, dan Mentawai. Dalam waktu dekat, 50 dai akan dikirim ke Kepulauan Riau. Dai di pedalaman, tak sekadar mengajarkan Islam. Mereka juga mengembangkan komunitas dakwah mereka. Di antaranya, bertani dan beternak. Masa tugas mereka biasanya dua tahun. Lalu, mereka digantikan rekan lainnya.
Ormas Islam Hidayatullah mengandalkan hasil perniagaan. Terutama, melalui penjualan Majalah Suara Hidayatullah. Majalah ini biasanya disebarkan oleh para dai yang bertugas ke daerah atau pedalaman. Ada juga donasi dari umat Islam.