Selasa 24 Dec 2013 14:00 WIB

Ini Sikap Lembaga Fatwa Timur Tengah Soal Natal

Pohon Natal
Pohon Natal

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah

Seakan tiada habisnya, polemik soal boleh tidaknya mengucapkan selamat natal kepada umat Nasrani, terus mengemuka. Belakangan, MUI mempertegas fatwa yang dikeluarkan pada 1984, perihal larangan ucapan selamat natal tersebut. Lantas, bagaimana sikap lembaga fatwa di Timur Tengah menyikapi persoalan ini?

Pada 2012, Dar al-Ifta’ Mesir menyatakan, ucapan selamat Natal boleh ditujukan kepada kaum Nasrani. Ucapan tersebut merupakan bentuk interaksi sosial dan hadiah. Perlakuan baik terhadap sesama itu sangat ditekankan dalam Alquran seperti yang tertuang di surah al-Baqarah ayat 83, an-Nahal 90, dan al-Mumtahanah ayat 8. Namun, ia memberikan catatan agar berhati-hati dalam pemberian selamat tersebut tetap dalam koridor dan tidak keluar dari akidah Islam.

Dalam konteks interaksi tersebut, Rasulullah SAW juga kerap menerima dan memberi hadiah kepada non-Muslim. Seperti disebutkan di riwayat Ahmad dan Turmidzi. Karena itu, Syekh as-Sarkhasi dalam Syarh as-Siyar al-Kabir, memberi hadiah untuk non-Muslim termasuk pekerti yang mulia. Pernyataan ini menyikapi serangan pedas Partai Keaslian Salafi (al-Ashalah as-Salafi).

Melalui Ketua Pimpinan Partai yang mengusung ideologi salafi itu, Adil Abdul Maqshud, menegaskan tak akan pernah menghaturkan ucapan Natal bagi umat Nasrani yang membudakkan diri kepada Barat. “Mereka anggap kita agresor dan penjajah untuk menjilat ke Barat,”katanya.

Komisi Fatwa Lembaga Urusan Islam dan Wakaf Uni Emirat Arab, memutuskan hukum ucapan natal boleh. Alasannya masih sama, bahwa ini adalah bentuk interaksi sosial antarsesama. Ini seperti ditegaskan surah al-Mumtahanah ayat 8. Menurut lembaga ini, tak sepenuhnya Mazhab Hanbali yang menjadi rujukan sejumlah kalangan mengharamkan ucapan natal.

Bahkan, salah satu riwayat dari Ahmad menyatakan hukumnya mutlak boleh. Ini seperti ditegaskan oleh Syekh Ibn Abdus seperti dinukilkan di kitab al-Inshaf karangan Imam al-Mardawi. Ada pula riwayat dari Ahmad yang menyatakan haram, ada juga makruh, dan riwayat lainnya menyebut boleh ketika ada maslahat.

Ketetapan ini juga merujuk hasil kajian dari Lembaga Kajian dan Fatwa Eropa. Sekalipun, dalam lembaga Kajian dan Fatwa Eropa muncul faksi ketidaksepakatan seperti yang ditunjukkan oleh salah satu anggota mereka yaitu Prof Muhammad Fuad al-Bazari.

Sedangkan Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi berpendapat, hukum ucapan natal haram. Apalagi hukum mengikuti prosesi ibadahnya. Sangat diharamkan.

Mereka mengutip pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibn Qayyim. Menurut Ibnu Taimiyyah, tindakan apapun yang menyerupai dan membuat senang hati Nasrani, termasuk perbuatan batil. Ini seperti yang ia tulis di Iqtidha as-Shirath al-Mustaqim.

Di kitab Ahkam ahl adz-Dizmmah, Ibn Qayyim mengatakan ucapan terhadap ritual kekufuran haram hukumnya. Seperti ucapan selamat atas hari raya dan puasa mereka. Sekalipun, pelakunya terhindar dari penyimpangan akidah, tetap saja ucapannya dihukumi haram. Ada beberapa dalil Alquran yaitu surah az-Zumar ayat 7 dan Ali Imran ayat 85.

Pendapat yang sama juga disuarakan oleh Dewan Ulama Senior Arab Saudi. Sebagian ulama tak sepakat dengan opsi ini secara penuh. Di antaranya ialah Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Alu as-Syekh. Ia termasuk salah satu mufti Arab Saudi. Ia membolehkan para pelajar Arab Saudi yang studi di luar negeri menghadiri prosesi Natal. Dengan syarat-syarat tertentu. Kendatipun ia sepakat ucapan natal tetap haram hukumnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement