REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana kenaikan setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang semula Rp 25 juta menjadi Rp 30 juta harus dikaji ulang. Kenaikan yang disampaikan Menteri Agama pada saat penandatanganan MoU bersama Menteri Keuangan, akhir November lalu, dinilai sejumlah pihak semakin memberatkan masyarakat.
Anggota Komisi VIII DPR dari Golkar, Tubagus Ace Hasan Syadzily, menyatakan BPIH jangan hanya asal dinaikkan, karena rakyat, khususnya umat Islam yang paling pertama merasakan dampaknya. "Harus dikaji secara matang dan mendalam," paparnya, kepada ROL, Senin (2/12).
Rencana kenaikan setoran ini seharusnya dijelaskan secara rinci disertai rasionalisasi agar masyarakat tahu alasannya. Hal itu, jelas Wasekjen DPP Golkar ini, bukan hanya agar nilai manfaat investasi yang akan diterima lebih terasa dari setoran awal ke bank-bank penerima BPIH. Lebih dari itu, nilai kemanfaatan bagi Jemaah hajinya lebih diutamakan dari pada hanya sekedar nilai investasi setoran Biaya Jemaah Haji secara keseluruhan.
Tentang kepastian berapa jumlah kelunasan BPIH nanti Kementerian Agama akan membahas bersama-sama dgn Komisi VIII DPR RI. Pihaknya akan lebih mengkritisi kepantasan dan kelayakan BPIH yang memenuhi standar, dari mulai rincian biaya transportasi pesawat dan kendaraan selama di tanah suci, pemondokan di Mekkah, Madinah, Mina dan Arafah, konsumsi selama di tanah suci dan pelayanan umum lainnya.
Prinsipnya, menurut Ace, Kementerian Agama harus menjelaskan secara transparan, terbuka dan rasional, atas kenaikan setoran BPIH ini dengan lebih di titikberatkan pada upaya peningkatan pelayanan bagi Jemaah Haji itu sendiri. Berapapun nilai bunga setoran awal Jemaah itu harus disampaikan kepada publik, terutama para jamaah, dan dana optimalisasi itu dikembalikan kepada jamaah.