Senin 11 Nov 2013 23:47 WIB

Tangkal Korupsi, Perkuat Nilai-Nilai Agama di Masyarakat

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Agung Sasongko
 Sejumlah mahasiswa menggelar aksi Perangi Korupsi di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Ahad (10/11). (Republika/Yasin Habibi)
Sejumlah mahasiswa menggelar aksi Perangi Korupsi di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Ahad (10/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penanaman nilai-nilai agama perlu diperkuat guna memperkuat semangat anti korupsi. Ini adalah pekerjaan rumah yang perlu diseriusi.

Temuan insititut Survei Perilaku Politik (ISPP)  membenarkan hal itu.Hasil survei ISPP yang dilakukan pada bulan September – Oktober 2013 yang mengikutsertakan 1500 responden mencatat ketika responden diberi pernyataan tentang petugas kelurahan boleh menerima uang lelah dari masyarakat ketika membantu mengurus KTP maka yang tidak menjalankan ritual keagamaan  berjumlah 24,8 persen.

"Yang sedikit menjalankan ritual keagamaan sebanyak  14,4  persen, yang  cukup menjalankan ritual keagamaan sekitar 16,4 persen , dan yang menjalankan semua ritual keagamaan  14,3 persen," kata Direktur Eksekutif ISPP, Dedy Susianto.

Menurut dia, sebetulnya pendidikan agama penting dalam menumbuhkan kesadaran anti korupsi. Namun bukan pendidikan agama yang bersifat ritual, melainkan pendidikan yang lebih menekankan pada nilai-nilai agama.  

Hasil survey menunjukan responden yang tidak menjalankan ritual agama dalam keseharian, cenderung lebih permisif terhadap tindak korupsi dibanding mereka yang menjalankan ritual agama.Namun demikian tidak terlihat korelasi positif bahwa mereka yang menjalankan lebih banyak ritual agama akan lebih anti korupsi.

Dedy menambahkan, status ekonomi juga terbukti tidak menjamin orang untuk menjadi lebih anti korupsi. Jumlah mereka yang permisif terlihat sama banyaknya baik dari mereka yang berpendapatan rendah (16,4 persen) maupun mereka yangberpendapatan lebih tinggi (18 persen).

Kategori pendapatan rendah dalam survey ini adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta sebulan. Sementara mereka yang berpendapatan Rp 2 juta ke atas dimasukkan dalam golongan ekonomi menengah ke atas.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement