Sabtu 09 Nov 2013 03:15 WIB

Antisemitisme atau Antizionisme?

Ismail Haniyeh, Perdana Menteri Palestina di Gaza bersama warganya
Foto: maannews.net
Ismail Haniyeh, Perdana Menteri Palestina di Gaza bersama warganya

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam memahami konteks politik di Timur Tengah yang sudah berlangsung ribuan tahun lamanya, para sejarawan sering terlupakan untuk membedakan dua fenomena yang timbul belakangan, yaitu antara antisemitisme dan antizionisme.

Keduanya lahir di Eropa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari gejolak politik di sana baik pada Perang Dunia I dan PD II.

Karena kedua PD ini sangat berimbas dengan kawasan Timur Tengah, maka eskalasi itu juga berimbas ke koloni-koloni itu.

Namun, belakangan sudah mulai ada usaha untuk membedakan keduanya, kembali ke bentuknya semula.

Semitisme merupakan ras manusia yang dikatagorikan termasuk Arab, Yahudi, Suryaniah, Babilonia, Kan'an, Malteses dan lain sebagainya.

Sehingga, kosa kata antisemitisme mempunyai arti sikap sentimen permusuhan yang ditujukan kepada kelompok itu termasuk Yahudi, Arab, Babilonia dan lain-lain.

Namun di abad ke-18, politik Eropa begitu bergejolak, khususnya saat jurnalis Jerman Wilhelm Marr tahun 1879 mempublikasikan pamplet, Der Weg zum Siege des Germanenthums über das Judenthum ("Cara kemenangan Jerman atas Yahudisme"), membuat antisemistisme seperti hanya ditujukan kepada Yahudi.

Sehingga kalangan Yahudi diaspora Eropa, mendirikan Zionisme sebagai bagian dari usaha menyelamatkan diri mereka dari persekusi.

Tindak-tanduk Zionisme di dunia internasional, khususnya di Timur Tengah, sering tidak diterima oleh warga setempat sehingga menimbulkan arus balik yang bernama Antizionisme.

Arab dan Yahudi sudah hidup dengan nyaman dan tenteram, secara umum, khususnya di Kekaisaran Utsmaniyah yang merupakan leluhur negara Turki sekarang.

Sayangnya, banyak aktivis di Timur Tengah yang sadar maupun tidak telah terjebak menyamakan kedua kosa kata tersebut, sehingga mereka sering mengalami blunder dalam politik Internasional.

Jebakan itu sangat disukai oleh kalangan yang tidak menyukai adanya perdamaian di kawasan Timur Tengah, khususnya Palestina.

Pemerintah Palestina saat ini sangat mengerti dengan hal itu, maka tidak heran Israel sangat memandang sinis upaya Palestina memberikan paspor kepada warga Yahudi Palestina. 

Media Israel, Haaretz, pada Januari lalu melaporkan upaya Ofer Bronchtein untuk mendapatkan paspor Palestina. 

Padahal dia merupakan mantan anggota Zionist Youth Movement Habonim Dror. Saat ini dia menggagas forum perdamaian bernama International Forum for Peace in the Middle East.

Dua kosa kata itu, Antisemitisme dan Antizionisme sudah mulai ditinggalkan oleh Palestina. Karena, bagi mereka adalah negaranya bebas dulu dari penjajahan.

Walaupun sering kali pihak Israel selaku penjajah Palestina selalu cerdik bermain dan berdiplomasi di sisi abu-abu, antara menjadi penjajah Palestina, pencaplok tanah orang dengan menjadi sebuah bangsa Yahudi yang disegani Palestina. Semuanya bercampur dengan politik demografis maupun agraris yang juga sering terjadi di mana-mana.

Ketika Rabbi Yahudi Ovadia Yosef meninggal Juli lalu, Presiden Palestina juga mengungkapkan belasungkawanya.

"Saya bertemu dengan anggota keluarga Rabbi di Ramallah. Saya ingin menyampaikan belasungkawa saya dan duka cita seluruh rakyat Palestina atas kewafatannya," kata Mahmoud Abbas dilansir sebuah media Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement