REPUBLIKA.CO.ID, BRUNEI DARUSSALAM -- Negara tetangga, Brunei Darussalam baru-baru ini mengumumkan akan memberlakukan hukum Islam pada negaranya.
Hukuman tersebut di antaranya adalah rajam bagi warganya yang melakukan perzinahan dan cambuk bagi para pemabuk.
Pemimpin negara ini, Sultan Hassanal Bolkiah memberikan pengumuman resmi terkait hal ini.
"Berkat karunia Allah, dengan diberlakukannya Undang-undang ini, tugas kita kepada Allah pun terpenuhi," ujarnya dilansir dari onislam.net, Rabu (24/10).
Dalam Undang-undang tersebut, di dalamnya mencakup beberapa pemberian hukuman secara islam. Yaitu memberikan hukuman rajam hingga mati karena perbuatan zina, memutuskan anggota badan karena melakukan pencurian, dan dicambuk karena mengonsumsi alkohol dan melakukan aborsi.
Sultan Bolkiah, yang juga memegang jabatan sebagai perdana menteri, mengatakan penerapan hukuman secara Islam ini, akan memberikan sebuah pemahaman tentang keadilan yang baru bagi warga negaranya.
"Allah telah menciptakan hukum bagi kita, inilah yang disebut adil," ujarnya.
Apalagi penduduk negara ini 90 persen beragama Islam, sehingga Undang-undang ini dinilainya akan sesuai bagi negaranya.
Menerapkan undang-undang baru ini, menurut dia akan membawa Brunei Darussalam memasuki gerbang baru dan menorehkan sejarah besar bagi negaranya.
Hukum syariah seperti ini sebenarnya telah diterapkan sejak lebih dari 14 abad yang lalu. Hingga akhirnya penerapannya terkikis karena invasi negara Barat yang menjajah neger-negeri muslim dan melayu.
Hukum syariah mengatur kehidupan umatnya, dalam amsalah ibadah, puasa, pewarisan harta keluarga, perkawinan, dan sengketa keuangan. Kini, di Brunei aturan ini akan diperluas, yang mengarah dalam bidang hukum dan kriminal.
Penerapan hukum Islam ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Alquran, yang berkaitan dengan qisaas, qadhf, hirabah, dan pencurian. Bagaimanapun juga, hukum ini tidak berlaku pada warga negara Brunei yang non-muslim.
Salah satu ulama besar di Brunei, Awang Abdul Aziz sangat setuju dengan penerapan hukum syariah di negaranya. "Hukum seperti ini memberikan jaminan keadilan bagi semua orang dan melindungi kesejahteraan mereka," ujarnya.
Ia memaparkan, jangan hanya melihat kekejaman dalam pemberian hukuman rajam atau cambuk, namun lihat dulu kondisi yang mengaturnya. "Kita tidak sembarangan memotong anggota badan dan melakukan rajam, ada kondisi dan metode yang adil yang diterapkan disini," katanya.
Ia juga menepis anggapan bahwa turis yang mengunjungi Brunei akan berkurang setelah diberlakukannya hukum ini. "Jika turis tersebut tidak berniat untuk mencuri dan melakukan aktivitas kriminal, mengapa harus takut?" tuturnya.
Meski demikian, hukum yang secara resmi akan berlaku mulai tahun depan ini, ada pula beberapa pihak yang menentangnya. Alasannya, karena hukum seperti ini tidak menujukkan sebuah gerakan demokrasi.