REPUBLIKA.CO.ID, Truk tangki air swasta yang menjajakan air bersih di desa Dulitukan, Ile Ape, Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa tahun terakhir ini sudah lama tidak datang. Kabarnya sedang mengalami kerusakan mesin.
Meski harga air bersih per-jerigen (20-30 liter) dibandrol sebesar Rp 15 ribu, namun warga tetap antri membelinya.
Biasanya, satu rumah beranggotakan sekitar 5 sampai 10 orang. Dengan membeli satu drum yang berisi kurang lebih 160 liter, rata-rata per orang hanya mengkonsumsi 2 – 4 liter sehari.
Jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan batas untuk masyarakat pedesaan adalah 80 – 100 liter/orang/hari, dan untuk masyarakat perkotaan 100-120 liter/orang/hari.
Sehingga dalam sebulan mereka menghabiskan dana sekitar Rp 60 – 75 ribu untuk membeli air bersih. Bagi mereka, jumlah ini sangat memberatkan. Pasalnya, Warga yang mayoritas profesinya sebagai nelayan dan petani ini rata-rata hanya memiliki penghasilan Rp 500 ribu perbulan.
“Harga itu sebenarnya memang sangat memberatkan warga, namun karena air merupakan hal yang sangat dibutuhkan, warga tetap membelinya,” ungkap Agus Salim, warga kampung Belileuwung.
Truk yang kondisinya sudah renta itu beroperasi hanya seminggu sekali atau kadang-kadang dua minggu sekali. Karenanya, warga harus ekstra hemat dalam penggunaan air bersih. Makanya menjadi hal yang sangat biasa, jika warga Ile Ape menyiram badannya dengan air bersih saat mandi hanya 1 atau 2 gelas saja.
“Untuk mandi, terpaksa pakai air laut lah, mandi pakai sabun pun kurang berbusa. Agar tidak terlalu gatal, maka setelah mandi, tubuh disiram air tawar sekitar satu atau dua gelas,” ujar Arifudin Anwar, pimpinan Pondok Pesantren Ikhwatul Mukminin, Adonara, NTT.
Akibatnya, kini warga sudah bertahun-tahun selalu mengandalkan air sumur tadah hujan saat musim penghujan. Sumur tersebut sebenarnya, lebih mirip tampungan air hujan yang warnanya cokelat.
Jika musim kemarau, warga mengandalkan rembesan air laut yang rasanya asin. Warga sebenarnya sudah melakukan upaya, agar hasil rembesan air laut itu tidak terasa asin, yakni dengan teknik penyulingan sederhana. Namun, teknologinya jauh dari memadai. Wajar, jika segelas kopi pun masih terasa asin.
“Kalau dirasakan, ya kondisi kita sangat memprihatinkan. Tapi karena kondisi alam memang seperti ini, kita tidak mampu berbuat banyak,” papar Agus, dengan logat daerah timurnya itu pelan-pelan.
Saat ini, Badan Wakaf Alquran (BWA) sudah melakukan pemesanan Truk Tangki Air Bersih untuk Warga NTT. Truk ini akan mendistribusikan air bersih kepada sekitar 2.500 KK di empat desa di kecamatan Ile Ape. Sumber air tawar yang akan diambil adalah dari mata air yang lokasinya berjarak sekira 30 Km.
Dengan truk tersebut, mudah-mudahan kebutuhan warga terhadap air bersih dan layak konsumsi dapat terpenuhi. Kepedulian anda, akan mewujudkan harapan mereka untuk kehidupan yang lebih baik.
Donasikan wakaf anda dengan klik disini!