Selasa 30 Apr 2013 21:21 WIB

Memilih Teman. Ini Kiatnya (Bagian-3, habis)

Persahabatan (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Persahabatan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Susie Evidia y

Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tak menampik di balik pertemanan pasti ada kepentingan. Bisa sebatas maslahat duniawi atau akhirat.

Namun, ia menegaskan pertemanan yang ideal adalah jalinan dengan rida Allah SWT di dalamnya. Ia menyarankan agar mengutamakan berteman dengan teman seagama.

Ia menegaskan, Islam meletakkan rambu-rambu agar terhindar dari pergaulan yang salah. Akibat pertemanan negatif, dikhawatirkan akan ikut menyeret yang bersangkutan terjerumus.

Meski demikian, bukan berarti mereka yang berperangi buruk harus dijauhi secara mutlak. Justru, celah ini menjadi tantangan sebagai ladang dakwah. Selama masih mampu, maka berbagilah nasihat kebajikan. “Jika tetap sulit maka lebih baik menghindar,” ujarnya.

Ini dengan catatan, imbuhnya, tetap menjaga tali silaturahim. Sulitkah mencari teman yang baik? Tentu tidak, kata Andian.

Sederhananya, paling tidak mencari teman itu bisa lewat majelis-majelis ilmu. Secara garis besar, teman yang berasal dari majelis ilmu itu memiliki tujuan mulia yang sama, menuntut ilmu. 

Ustaz Abdul Shamad Mahuse mengatakan, landasan pertemanan itu bertemu karena Allah SWT dan berpisah pun harus karena-Nya. Jadi, pertemanan yang sejati semata-mata karena Allah, bukan karena yang lain. Dan, ini hanya bisa dilakukan dengan teman seakidah.

Staf pengajar di Pesantren Nuu Waar Al-Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) ini mengutip surah al-Hujuraat ayat 10. Ia menyimpulkan, dari ayat itu diperoleh garis tegas mencari teman, yakni mereka yang mengajak pada kebaikan. “Utamakan Muslim dan niatkan beribadah,” ujarnya.

Shamad menegaskan, hendaknya pertemanan tidak boleh berdasarkan kultur, fisik, latar belakang pendidikan, kekayaan, atau status sosial di masyarakat.

Karena, percuma saja, Allah tidak melihat wajah, fisik, serta harta mereka, tetapi tolok ukur adalah amal perbuatan dan persahabatan yang dijalinnya karena Allah.

Meski demikian, Rasulullah saw, tuturnya, sebagai teladan tidak pernah melarang umatnya agar jangan berteman dengan pihak-pihak tertentu. Pertemanan memang melintas batas suku, agama, bahasa, dan sebagainya.

Justru Rasulullah saw menjalin pertemanan dengan siapa pun. Bahkan, ketika orang Yahudi yang menghalangi dakwah Rasulullah saw jatuh sakit, Nabi Muhammad menjenguknya.

Rasul mengajarkan agar membina hubungan dengan segenap umat manusia, lalu menghargai satu sama lain. “Yang dikecam ialah akidahnya, bukan orangnya,” jelas alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab Makasar ini. ''Itulah makna dari menjalin hubungan sesama manusia (hablun minannas),'' imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement