Ahad 28 Apr 2013 17:55 WIB

Zakat Produktif Ubah Mustahik Jadi Muzakki (Bagian-1)

Rep: Amri Amrullah/ Red: Damanhuri Zuhri
Zakat (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Zakat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam Islam zakat tidak hanya memiliki fungsi sebagai bantuan amal (charity) dari si kaya ke si miskin. Zakat memiliki nilai perubahan strata sosial dari mereka yang berhak menerima (mustahik) menjadi orang yang wajib membayar zakat (muzakki).

Di sinilah efektifitas dan produktifitas dana zakat diukur, ketika zakat yang diberikan menambah nilai kemandirian mustahik. Bukan hanya sebatas obat penderitaan sesaat. Saat ini berbagai lembaga zakat bermunculan dengan tawaran pengelolaan zakat terbaik.

Bagaimana efektifitas pengelolaan dana lembaga zakat ini? Apakah mereka dapat mengubah strata sosial mustahik menjadi muzakki? Ini masih dalam perdebatan. Namun Badan Zakat Nasional (Baznas) menilai ada perbaikan yang sangat signifikan dari hasil pengelolaan zakat produktif selama dua dekade belakangan.

Direktur Pelaksanaan Baznas, Teten Kustiawan mengatakan ada fenomena menarik dalam perolehan dana zakat dalam beberapa dekade terakhir. Kenaikan dana zakat cenderung naik signikan. Lima tahun terakhir, kata dia, kenaikan perolehan zakat, infaq dan shadaqah sudah mencapai 30 persen.

Teten menjelaskan pada 2011, perolehan seluruh dana zakat, infaq dan shadaqah di Indonesia mencapai Rp 1,73 triliun per tahun. Jumlah perolehan dana ini naik drastis pada 2012 menjadi Rp 2,3 triliun, dan pada 2013  ini diperkirakan akan mencapai Rp 2,6 triliun.

Baznas melihat, kenaikan perolehan dana yang signifikan ini salah satunya karena hasil dari pengelolaan dana zakat produktif oleh lembaga zakat. Pengelolaan dana zakat produktif atau yang lebih dikenal dengan pemberdayaan ini, terbukti menaikkan standar status sosial para dhuafa selama beberapa tahun terakhir.

"Kenaikan status sosial para dhuafa dan mustahik ini diperkuat dengan data dari pemerintah, semakin banyak kelas menengah di Indonesia," kata Teten kepada Republika, Ahad (28/4).

Ia pun mengungkapkan, ada data menarik dari yang dikumpulkan Baznas, porsi pengelolaan dana zakat produktif harus lebih besar dari pengelolaan dana yang bersifat konsumtif. Meski demikian, pengelolaan dana konsumtif tidak bisa dihilangkan begitu saja dalam porsi pengelolaan zakat.

Dalam pertemuan Zakat Nasional, kata dia, pemerintah melalui BPS dan Kementerian Negara BUMN sempat mengungkapkan ada lima juta masyarakat miskin di Indonesia yang tidak memiliki daya upaya untuk berusaha.

Hal itu dikarenakan kondisi fisik yang lemah, seperti lansia atau jompo, sakit, cacat dan mengalami masalah mental. Sedangkan, ada 36 juta lain warga masyarakat miskin di Indonesia yang dianggap masih memiliki kemampuan fisik dan mental. "Ini berarti prosentase dana zakat konsumtif dengan zakat produktif harus lebih besar, dengan perbandingan 1:7," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement