REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa
Setiap kelahiran anak laki-laki harus dibunuh. Demikian peraturan kejam raja Fir'aun, sang penguasa Mesir. Ia takut anak laki-laki akan tumbuh menjadi pemuda yang akan melawan dan menggoncang pemerintahahannya.
Maka setiap putra Bani Israil tak diizinkan melihat dunia meski sekejap mata. Nasib nahas itu pun menimpa nabiyullah Musa 'Alaihissalam.
Alih alih bahagia melahirkan seorang anak, Ibunda Musa, Yokhebed dirundung kecemasan yang teramat sangat. Bagaimana jika bayinya pria, bagaimana jika ia harus menyaksikan putranya dibunuh. Tentu saja, ia tak rela kehilangan si buah hati. Begitu melahirkan Musa, semakin cemaslah Yokhebed. Karena bayi yang dilahirkannya merupakan bayi laki-laki.
Sehari, sebulan hingga tiga bulan lamanya, Yokhebed menyembunyikan putranya, Musa. Setiap hari ia dirundung kekhawatiran, takut kalau-kalau persembunyian Musa terbongkar. Hingga kemudian, ibunda Musa berfikir untuk menyelamatkan Musa. Karena lama kelamaan, Musa pasti akan ketahuan petugas kerajaan. Dilanda kebingungan yang sangat, ia pun kemudian mendapat ilham dari Allah untuk menghanyutkan Musa ke Sungai Nil.
"Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari para rasul."
Yokhebed pun kemudian membuat sebuah peti tertutup, kemudian memasukkan Musa kedalamnya. Dengan linangan air mata, ia menghanyutkan keranjang mengikuti aliran sungai terpanjang di dunia tersebut.
***
Yokhebed begitu diliputi kesedihan dan kekhawatiran. Air matanya bercucuran. Hampir saja ia berteriak kepada orang sekitar untuk menyelamatkan Musa yang hanyut dibawa air. Namun sang ibunda akhirnya memasrahkan Musa kepada Allah. Cukup Allah yang akan menyelamatkan buah hatinya.
Sebagai upaya, sang ibunda meminta putrinya, Miryam untuk mengikuti kemana peti terbawa aliran sungai. "Ikutilah dia" kata ibunda kepada Miryam dengan kesenduan di wajahnya. Kakak perempuan Musa tersebut pun diam-diam mengikuti aliran sungai.
Atas kehendak Allah, peti Musa menuju sungai di dekat istana. Saat itu, istri Fir'aun, Asiyah tengah berada di kebun istana, dekat sungai bersama para pelayannya. Ketika melihat peti yang hanyut, ia pun meminta pelayannya untuk mengambil peti tersebut. Terkejutlah mereka ketika melihat bayi yang lucu berada di dalam peti.
Sekali melihat Musa, Asiyah langsung jatuh hati. Allah menurunkan rasa sayang pada setiap orang yang melihat si kecil Musa. Namun Fir'aun telah melarang setiap bayi laki-laki hidup. Maka Asiyah pun membujuk suaminya untuk mengadopsi Musa sebagai anak angkat. "Ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak" ujarnya. Maka diangkatlah Musa menjadi putra angkat keduanya.
Maka selamatlah Musa. Miryam merasa lega melihat adiknya dapat selamat. Meski demikian, Yokhebed terus dirundung kesedihan karena kehilangan bayi mungilnya. Namun Allah maha pengasih dan penyayang. Musa kembali ke dekapan ibunda untuk disusui.
Saat melihat adiknya dirawat istri Fir'aun, Miryam segera menawarkan bantuan untuk ibu susu sang bayi. Tentu saja Asiyah membutuhkan wanita yang dapat menyusui anak angkatnya, Musa. "Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?" tawar Miryam. Ahlu bait yang ditawarkan Miryam tersebut bukan lain merupakan ibunya, ibunda Musa, Yokhebed. Asiyah pun menerima tawaran tersebut. Maka Yokhebed pun dapat kembali memeluk putranya tercinta.
Kisah ibunda Musa tersebut dikabarkan oleh Alquran dalam surah Al-Qashash ayat 3-13. Kisah ini juga tercantum dalam bible. Nama Yokhebed merupakan nama yang tercantum dalam bible. Adapun dalam Alquran, tak diketahui nama ibunda Musa.