Rabu 13 Feb 2013 11:00 WIB

Aleksandria Permata Mediterania (2)

Rep: fenny melisa/ Red: Heri Ruslan
Sudut Kota Alexandria, Mesir
Foto: tripadvisor.com
Sudut Kota Alexandria, Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, Di bawah Dinasti Fatimiyah (969 M-1171 M), pasar di Kota Fustat penuh dengan barang-barang dari Jeddah dan Hijaz, Sana’a, Aden, Muskat, India, dan Cina. Barang-barang yang diperjualbelikan, di antaranya rempah-rempah, mutiara, batu mulia, sutra, porselen, kayu jati, kain, kertas, parfum yang belum ada di Eropa ketika itu.

Meski Fustat tumbuh menjadi kota yang gemerlap, mengalahkan Aleksandria, kota pelabuhan itu tidak lantas menjadi terpencil. Kota ini tetap mempertahankan dirinya sebagai pelabuhan Mediterania yang cukup penting dan makmur yang menghubungkan antara Timur dan Barat, Muslim, Kristen, dan Yahudi. “Tanpa Kota Aleksandria, seluruh Mesir tidak bisa bertahan hidup,” tulis seorang pengamat Venesia abad pertengahan.

Selama beberapa abad pertama pemerintahan Muslim terjadi perubahan di Aleksandria. Sistem administrasi yang sebelumnya menggunakan sistem pemerintahan Bizantium tetap dilanjutkan dengan perubahan kecil. Namun, perpustakaan Aleksandria yang sebelumnya menjadi pusat pembelajaran Helenistik mulai menghilang pada abad kelima. Para pejabat pemerintahan Islam yang menguasai Aleksandria tetap mengagumi jalan-jalan lebar di kota itu, yang di kiri kanannya dipenuhi maha karya arsitektur, berupa bangunan-banunan berpilar marmer yang indah dan rumit, sumur air, istana, kuil yang mewah.

Ahli geografi abad ke-10 M Ibnu Hawkal menyebut, Aleksandria sebagai salah satu kota yang terkenal dengan barang antik yang luar biasa. Memang, di Aleksandria banyak terdapat barang antik dan monumen otentik warisan mengesankan kerajaan dan kekuasaan yang pernah singgah di kota tersebut. Abad ke-12 M, ahli geografi Andalusia Ibn Jubair menulis mercusuar Aleksandria terkenal yang selama berabad-abad telah memandu kapal dari seluruh dunia. Cahayanya bagai kilauan permata di Mediterania.

Aleksandria tetap menjadi pusat persaingan antardinasti Islam dan juga menjadi sasaran invasi tentara Salib dari Eropa. Salah satu serangan yang paling terkenal terjadi pada 1365 M. Namun, serangan pasukan Salib tak menghambat hubungan perdagangan antara pedagang Arab dan pedagang Eropa. Memang, perdagangan merupakan kegiatan penting yang dihargai di negeri-negeri Muslim. Hal tersebut tidak terlepas dari Kota Makkah yang terkenal sebagai kota perdagangan dan Nabi Muhammad yang juga seorang pedagang.

Aleksandria sejak abad ke-10 M merupakan kota tertutup. Namun, pesonanya sebagai kota pelabuhan membuat negara seberang Mediterania, terutama Italia, tertarik untuk menguasai kota ini. Walau pusat operasinya di Levant atau wilayah timur Mediterania, para pedagang dari Pisa, Genoa, Marseille, dan Barcelona tetap merasa perlu untuk berlabuh di Aleksandria.

Alasannya, di pelabuhan Aleksandria datanglah beragam komoditas perdagangan barang mewah ketika itu, seperti sutra cerah dari Spanyol dan Sisilia, rempah-rempah, seperti lada, jahe, kayu manis, dan cengkeh dari Timur, budak dari Rusia selatan, karang dari Mediterania, minyak zaitun, kayu, aromatik, parfum, dan logam, termasuk besi, tembaga, dan timah.

Sedangkan, dari bumi Mesir menghasilkan jeruk lemon, gula, kismis yang bertumpuk di dermaga dan siap dikirim ke pasar Eropa. Flax, bubuk yang terbuat dari tanah mumi Mesir dan diyakini dapat menyembuhkan menjadi obat yang banyak dicari di Eropa, juga menumpuk di Aleksandria untuk diekspor. Salah satu saudagar Inggris pernah meminta agar dikirimkan sebanyak 600 pon bubuk flax ke tanah airnya. (bersambung)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement