REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Soraya Khoirunnisa Halim
Pada suatu ketika, Nabi SAW tidak dapat memejamkan matanya sepanjang malam sehingga berkali-kali beliau mengubah posisi tidurnya.
Maka istri beliau bertanya, “Mengapa engkau tidak dapat tidur Ya Rasulullah?”
Rasulullah SAW bersabda, “Tadi ada sebuah kurma yang tergeletak. Karena khawatir kurma itu terbuang sia-sia, lalu saya memakannya. Sekarang saya merasa khawatir jangan-jangan kurma itu dikirim ke sini untuk disedekahkan. (Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi, 2003 : 58).
Kisah tersebut sungguh telah cukup mengetarkan hati kita. Begitu besarnya ketakwaan seorang Rasulullah saw. Padahal kemungkinan besar memang kurma itu adalah milik Rasulullah SAW.
Namun demikian, Beliau merasa khawatir jikalau kurma tergeletak yang masuk ke perut beliau adalah hak orang lain. Begitu besar kekhawatiran beliau sampai-sampai beliau tidak dapat memejamkan matanya.
Sebagai Umat Rasulullah SAW pernahkah kita memikirkan apa saja yang telah masuk ke dalam perut kita. Pernahkah kita tidak dapat memejamkan mata karena takut jikalau ada hak orang lain yang kita makan. Alih-alih memikirkan kehalalan apa yang kita makan, seringkali justru kita “tergoda” dengan amanah yang dipercayakan kepada kita.
Alquran sendiri telah banyak menerangkan kita tentang larangan memakan hak orang lain. Dengan redaksi yang berbeda-beda tetapi menyimpulkan satu hal yang sama. Yaitu larangan untuk memakan (mengambil) hak orang lain. Dapat kita lihat dalam surat Al-Baqoroh:188 dan surat An-Nisa:29 yang secara jelas melarang untuk memakan harta sesama dengan cara yang batil. Tentu saja korupsi yang sering membuat kita mengelus dada termasuk dalam kategori ini.
Tengok pula ayat yang menerangkan riba QS Al-Baqarah:275 dan 278. Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Maksudnya hati mereka tidak akan tenteram seperti orang yang kemasukan syaitan. Pun dengan QS. Ali Imron:130 yang secara jelas melarang riba. Adapun dalam QS. Ar-Ruum: 39 Allah menerangkan bahwa harta yang bertambah karena riba sama sekali tidak akan bertambah di sisi Allah.
Dan bagi orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, maka Allah menjelaskan dalam QS. An-Nisa : 10, bahwasanya orang-orang tersebut telah menelan api sepenuh perut mereka dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala. Naudzubillahi min dzalik
Kisah Rasulullah saw. dengan sebutir kurma diatas haruslah menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Betapa seorang pemimpin umat seluruh alam ini memiliki kehati-hatian yang luar biasa. Walaupun hanya sebutir kurma yang tergeletak di dalam rumah beliau. Beliau sama sekali tidak mengizinkan hak orang lain sekecil apapun itu masuk ke dalam tubuh beliau yang mulia.
Maka, bagaimana dengan kita, umat Rasulullah? Marilah kita mulai dari diri sendiri. Menjaga perut kita, pakaian kita, dompet kita dari segala yang bukan hak kita.
Semoga dengan memulai dari diri sendiri, Indonesia terbebas dari penjajah bangsa yang bernama korupsi. Amin. Wallahu a’lam