REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Ada dilema para guru mengaji dalam mengajar baca Alquran. Di satu sisi, saat berada di tempat mengaji anak bersemangat belajar membaca Alquran. Hanya, para murid tidak membuka Alquran-nya di rumah karena tidak ada contoh dari orang tua.
"Semestinya harus ada contoh dari orang tua, agar anak juga mengaji di rumahnya," kata Koordinator Taman Pendidikan Alquran Raudatul Quran dan Baitul Makmur Denpasar, Ahmad Hudori, Ahad (3/2).
Hal itu dikemukakan Hudori dalam sambutannya pada acara haflah atau perayaan khataman Alquran 12 orang santri dari kedua lembaga yang dipimpinnya. Kedua lembaga itu menggunakan metoda Qiroati dalam mengajarkan Alquran kepada anak didiknya.
Orang tua, kata Hudori, jangan hanya bisa menyuruh anak-anaknya belajar atau membaca Alquran. Akan tapi harus memberi contoh kepada anaknya.
Untuk itu, Hudori meminta kepada orang tua yang belum bisa membaca Alquran agar belajar. Pihaknya pun membuka kelas belajar Alquran untuk orang tua.
"Jadi sambil mengantar dan menunggu anak-anaknya mengaji, para orang tua juga bisa belajar di lembaga yang sama, namun kelasnya dipisahkan," kata Hudpri.
Koordinator Metoda Qiroati Bali H. Zuwaini Hasan mengatakan, mengajar Alquran dengan metoda Qiroati tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. Melainkan, yang telah memiliki ijazah. Karena itu katanya, para guru yang mengajar dengan medota Qiroati kualitasnya sudah bisa dipertanggungjawabkan.
Anak-anak yang sudah menamatkan pelajaran Alquran, harap Zuwaini, agar tidak berhenti membaca Alquran. Mereka harus terus membacanya minimal dua halaman dalam sehari. Dengan demikian, ilmu yang sudah dikuasai tidak hilang. Selain itu, sang anak sudah ikut menjaga agama Islam tetap terpelihara.
"Di sejumlah negara, seperti Laos, Birma, Kamboja, jumlah umat Islam-nya menyusut, lantaran tidak ada guru yang mengajarkan membaca Alquran."