Kamis 31 Jan 2013 14:30 WIB

Taklukkan Medan Dakwah, Menantang Maut (2-habis)

Warga Dayak sedang mengucapkan syahadat
Foto: bwa
Warga Dayak sedang mengucapkan syahadat

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Susie Evidia Y

Tantangan

Banyak tantangan yang dihadapi saat terjun dakwah di pedalaman. Tak hanya sulitnya medan menuju lokasi, tetapi hambatan berupa ancaman fisik, bahkan kekerasan yang mempertaruhkan nyawa siap menerjang para dai terpilih tersebut.

Tetapi, bagi Ustazah Yeti Abdul Somad yang berdakwah di Asmat, Kabupaten Asmat, Jayapura, justru mengganggap berbagai rintangan itu menjadi penyemangat tersendiri. Peristiwa itu masih membekas di ingatannya hingga saat ini. Ketika harus melihat sang suami, Ustaz Abdul Somad, dipukuli oleh oknum antidakwah di depan mata telanjangnya dan buah hatinya. “Ketika saya membela, saya kena pukul juga,” katanya.

Tantangan berlipat pun menyusul lokasi dakwah perempuan berusia 27 tahun itu, yakni di kawasan minoritas Muslim. Belum lama ini, terjadi kasus pencekalan puluhan anak mualaf yang ingin belajar ke Jakarta oleh oknum tak bertanggung jawab. Hal tersebut mendorong Yeti dan sang suami mengubah strategi dakwah. Sebelumnya, dakwah berjalan secara terang-terangan, kini beralih sembunyi-sembunyi. “Ini lebih efektif sementara agar mereka dapat siraman rohani,” katanya.

Ia mengatakan, bisa saja dakwah berlangsung terbuka. Tapi efeknya, ancaman itu bukan hanya ditujukan kepada para dai dan daiyah, melainkan juga jamaahnya sendiri.  Walaupun dakwah dilakukan diam-diam, tidak menyurutkan antusias masyarakat suku Asmat untuk masuk Islam. Mereka berbondong-bondong dari kampung ke kampung berikrar syahadat.

“Jumlahnya sudah sampai ratusan,” ujarnya. Bahkan, tidak sedikit orang tua membuat pernyataan resmi menyerahkan anaknya menjadi mualaf untuk selanjutnya mendapat pendidikan yang layak di Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN).

Ada sekitar 30 anak mualaf pedalaman Asmat ini yang sekarang dibina di asrama, sekaligus tempat tinggal Yeti dan suaminya. Namun, jangan bayangkan asramanya ideal. Kondisinya serba terbatas. Masih banyak perlengkapan yang dibutuhkan di asrama maupun anak-anak. Di antaranya, kata ustazah asal Makasar ini, mereka membutuhkan pakaian, obat-obatan, serta perlengkapan ibadah.

Di beberapa lokasi pedalaman Asmat sudah berdiri mushola. Tapi, kondisinya memprihatikan. Ini disebabkan Asmat merupakan kawasan berlumpur sehingga mushola dibangun di atas lumpur. Padahal, kata Yeti, antusias para mualaf untuk menuntut ilmu Islam luar biasa walaupun kondisi musholanya sangat terbatas.

Sedangkan, di Kampung Per dan Kampung Us, Kabupaten Asmat, kini jumlah Muslimahnya semakin meningkat. Kedua kampung tersebut membutuhkan masjid, tapi belum bisa terealisasi karena masalah dana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement