Rabu 23 Jan 2013 10:04 WIB

Dobel-Dobel

Suasana banjir yang merendam Pluit Village di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Ahad (20/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Suasana banjir yang merendam Pluit Village di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Ahad (20/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Yusuf Mansur

Musibah banjir dalam beberapa hari terakhir sungguh membuat kita berduka. Saya turut berbelasungkawa pada korban. Baik yang sakit, terluka, maupun korban meninggal dunia.

Kita bersyukur dengan respons yang cukup cepat dari masyarakat untuk turut andil dan peduli terhadap korban banjir. Ini semua menunjukkan semangat kebersamaan dan kepedulian untuk saling membantu.

Namun, saya sungguh prihatin dan sangat menyayangkan perilaku sebagian kecil dari kita. Pada saat masyarakat mendapat musibah, ada sebagian kecil dari kita yang mengambil keuntungan di tengah-tengah penderitaan mereka.

Contohnya, ketika warga sibuk dengan derita banjirnya yang merendam rumah warga, sebagian dari kita malah menjadi kelompok yang oportunis, mengambil keuntungan. Mulai dari ngobjekin mereka yang kebanjiran sampai yang parah, “makan” bantuan masyarakat untuk korban banjir. Masya Allah.

Alhamdulillah, kita banyak terhibur oleh kebaikan-kebaikan yang ditunjukkan oleh sebagian besar masyarakat yang lain. Mereka memberikan dukungan moril dan materiil untuk meringankan beban korban banjir.

Ya, segala musibah bisa menjadi ladang amal buat yang lain. Mulai dari mendoakan sampai memberi bantuan dan kemudian turun tangan membantu dengan tenaga dan fisiknya.

Sementara, bagi orang-orang yang oportunis, mereka memanfaatkan musibah itu untuk mengambil keuntungan. Jadi, dobel-dobel keburukannya. Dobel-dobel pula dosanya.

Di sisi lain, saya pun melihat, masih banyak sekali kawan—yang karena kurang ilmu—musibah banjir malah membawanya tidak shalat. Dengan alasan susah wudhunya, kotor pakaiannya, dan lain-lain.

PPPA Daarul Qur’an alhamdulillah diizinkan Allah untuk memberi penyuluhan seputar ibadah wajib ini, yang bahkan dalam kondisi perang pun, kendati sakit parah, kita tetap harus mendirikan shalat. Tentu dengan kondisi yang disesuaikan.

Juga membantu fasilitas shalat sebisa yang diberikan. Toh, shalat ini mudah. Nggak bisa berdiri maka shalat dengan duduk. Yang nggak bisa duduk, shalat dengan berbaring. Nggak bisa gerak, shalat dengan kedipan mata. Dan, banyak lagi kisi yang tentunya bisa dan memang kudu dipelajari seseorang.

Bagi saya, ini mengisyaratkan bahwa banyak sekali yang tak paham soal shalat dan yang terkait dengan shalat. Ke depan, jadi amal saleh dan dakwah kita semua perihal ini. Mempersiapkan tanggap bencana penting. Tapi, mempersiapkan masyarakat untuk shalat di kondisi seperti akhir-akhir ini juga penting.

Dan, buat mereka yang tetap bersabar, senyum, ikhlas, tetap shalat, dan tidak maksiat maka dobel-dobel pula kebaikannya. Semoga Allah meridhai kita. Amin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement