Kamis 10 Jan 2013 10:44 WIB

Deradikalisasi, Kenapa tidak? (2)

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
 Sejumlah santri di Ponpes Lirboyo Kediri menjalani pemantapan dakwah Allussunah Wal Jamaah (Aswaja) untuk menangkal penyebaran paham radikalisme Islam.
Foto: Antara/Arief Priyono
Sejumlah santri di Ponpes Lirboyo Kediri menjalani pemantapan dakwah Allussunah Wal Jamaah (Aswaja) untuk menangkal penyebaran paham radikalisme Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Di Indonesia, tampaknya program deradikalisasi hanya menjadi konsumsi pemerintah.

Seorang teman ketika ditanya apakah pernah menerima ceramah agama mengenai bahaya terorisme atau radikalisasi agama, hanya menggelengkan kepala.

“Di daerah saya ceramah agama masih seputar tentang boleh tidaknya tahlilan,” kata teman yang berdomisili di Tanah Baru, Depok, Jawa Barat ini. Pengalaman seperti ini tampaknya jamak ditemui.

Lantas, bagaimana seharusnya publik dan generasi muda menyikapi situasi semacam ini? Bagaimana seharusnya umat Islam ikut berperan dalam program deradikalisasi?

“Tentunya, tanpa adanya dorongan dan upaya yang masif dari komponen masyarakat maka radikalisasi akan terus berujung pada tindakan anarkis dan terorisme,” kata Andi Ramadhan Nai, aktivis Remaja Islam Masjid Cut Meutia (RICMA) Jakarta Pusat.

Masalah terorisme di Indonesia, menurut Nai, tak bisa dianggap remeh. Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim, munculnya aksi terorisme berbalut motif agama sangat berbahaya.

Ketika radikalisasi identik dengan Islam di negara ini, tentunya sangat fatal. Analoginya sama ketika ‘jujur itu hebat’ yang didengungkan KPK, tapi tidak diterapkan oleh masyarakat. Maka, upaya KPK untuk dekorupsisasi akan terus menemui jalan buntu,” urai mahasiswa hukum Universitas Pancasila ini.

Nai melihat pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara mempunyai tanggungjawab besar dalam upaya melakukan deradikalisasi agama.

Dalam hal ini, kata dia, pemerintah bisa mendelegasikan kewenangannya kepada lembaga atau badan politik untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.

Cakupan program kerjanya adalah membuat pendidikan dan pelatihan politik rahmatan lil alamin.

“Jadi, bukannya memerintahkan BNPT untuk sertifikasi ulama dan pemuka agama. Kalau ini dilakukan, maka sama saja kita sudah menyimpang dari semangat UUD 45 tentang kebebasan berpendapat,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement