Rabu 02 Jan 2013 14:09 WIB

Etika Berzikir (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Dzikir Nasional Republika di Masjid At-Tin, Jakarta.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Dzikir Nasional Republika di Masjid At-Tin, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Zikir yang dilakukan secara khusyuk akan berimbas pada kesalehan spiritual dan sosial.

Berzikir, mengingat Allah SWT adalah inti dari semua ritual ibadah. Segala bentuk penghambaan dan ketaatan seorang Muslim akan hampa makna bila tak disertai zikir.

Berzikir di sini, menurut tokoh sufi ternama Imam al-Junaid, menghadirkan Sang Khalik di hati dan pikiran dengan segala bentuk kepasrahan dan penghormatan.

Aktivitas ini akan berimbas pada munculnya rasa takut dan ketaatan untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.  

Di sinilah letak kebesaran zikir. “Dan sesungguhnya, mengingat Allah adalah lebih besar.” (QS al-Ankabuut [29]: 45). Rasulullah SAW dalam hadis riwayat at-Tirmidzi menyatakan, zikir memiliki keutamaan yang besar.

Berzikir adalah sebaik-baik amal. Zikir ialah perbuatan yang paling berkualitas di sisi-Nya dan mampu mengangkat derajat seorang hamba lebih tinggi lagi.

Rasul dalam hadis itu juga menempatkan zikir lebih utama dibanding berhadapan dengan musuh yang tanpa disertai dengan zikir. 

Syekh Muhammad Shalih al-Munjid dalam artikelnya berjudul “Adab Dzikrillah”menjelaskan, kelebihan zikir terletak pada fleksibilitasnya. Zikir tak terbatas oleh ruang dan waktu. 

Kapan dan di mana saja, seseorang bisa mengingat Sang Pencipta. Karenanya, zikir merupakan amalan satu-satunya yang diperintahkan Allah untuk diperbanyak. “ Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS al-Ahzab [33]: 41).

Sahabat Mu'adz bin Jabal mengatakan, kriteria para penghuni surga ialah mereka akan menyesal bila melewatkan sesaat pun tanpa berzikir. Tentunya, zikir yang berkualitas. Zikir yang memicu rasa takut, kecintaan, dan takwa, serta iman kepada-Nya. 

Ketiadaan efek positif dari berzikir tersebut dijadikan sebagai salah satu tanda-tanda kemunafikan. Para munafik, tak lepas berzikir. Tetapi, zikir yang dilakukan tak berbekas apa pun di kehidupan nyata mereka. “Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS an-Nisaa' [4]: 142).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement