Rabu 26 Dec 2012 16:59 WIB

Pesantren, Berdiri Menopang NKRI (1)

Rep: Damanhuri Zuhri/ Red: Chairul Akhmad
Seorang santri membersihkan koleksi Kitab Kuning di Pondok Pesantren Petuk, Kediri, Jawa Timur.
Foto: Antara/Arief Priyono
Seorang santri membersihkan koleksi Kitab Kuning di Pondok Pesantren Petuk, Kediri, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada masa penjajahan, pesantren dengan komando para kiai tampil terdepan sebagai salah satu benteng pertahanan dan perlawanan terhadap kolonialisme.

Secara historis, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan secara swadaya oleh masyarakat.

Keberadaannya merupakan produk budaya khas masyarakat Tanah Air yang menyadari arti pentingya pendidikan alternatif bagi pribumi. Pola dan sistem yang dijadikan selaras dengan dinamika masyarakat sekitar.

Namun, Menteri Agama Suryadharma Ali mengaku sedih pesantren sering kali dituduh dan dicap sebagai sarang teroris dan radikalisasi agama. Padahal, fakta itu tidak didasarkan pada fakta yang kuat.

Justru, sejarah telah mencatat kiprah dan kontribusi pesantren dalam mengusung ajaran agama Islam yang moderat.

Menurutnya, dalam lintasan sejarah berbangsa dan bernegara, pesantren dengan segala sistem nilai dan keunikannya selalu tampil di depan untuk ikut merespons. Pada era prakolonialisme, lembaga ini berkembang sebagai pusat penyebaran agama Islam yang damai dan ramah.

Pada masa penjajahan, pesantren dengan komando para kiai tampil di depan sebagai salah satu benteng pertahanan dan perlawanan terhadap kolonialisme.

“Pada era kemerdekaan, pesantren yang diwakili para kiainya terlibat aktif dalam perdebatan penting dengan beberapa tokoh nasionalis terkait perumusan bentuk dan ideologi negara tercinta ini,” kata Suryadharma.

Pada era Reformasi sekarang ini, alumni pesantren terlibat aktif mengisi kemerdekaan dengan berperan di berbagai lini. Mereka tampil mengesankan menjadi pemimpin negeri ini, baik yang berada di eksekutif, legislatif, maupun bidang lainnya.

Pesantren justru berperan menghadang radikalisme dan fundamentalisme. Ia meyakini bahwa pesantren menjunjung Ahlussunah wal jamaah (Aswaja). Berbagai aliran yang mengusung kekerasan dan antientitas lain, kata Menag, bertentangan dengan prinsip Islam yang sesungguhnya.

“Islam adalah agama tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang),” tegasnya di hadapan ratusan peserta “Halaqah Nasional I Kiai Pondok Pesantren Ahlussunnah wal Jamaah” di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/12) lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement