Dakwah Butuh Rebranding
Rupanya tak hanya pada produk-produk komersial yang butuh rebranding. Kegiatan dakwah pun memerlukannya.
Seperti dikatakan Ali Aziz, dosen Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, masyarakat sering kali mempersepsikan dakwah sebagai ceramah yang mengedepankan pesan ibadah secara vertikal.
Konsep seperti itu sering kali dianggap klasik dan tidak adaptif dengan dunia modern. “Karena itu, ilmuwan dan para pelaku dakwah harus melakukan penyegaran brand dakwah, sehingga lebih dinamis dan bisa diterima oleh masyarakat luas,” kata Ali.
Menurutnya, rebranding adalah upaya penyegaran brand yang sudah ada. Dengan rebranding, diharapkan akan muncul citra baru yang lebih positif di mata masyarakat. Dalam hal dakwah, rebranding menjadi penting karena dakwah adalah warisan klasik Islam yang harus dilestarikan dan diinovasikan.
Selama ini, kata Ali, publik lebih mengenal dakwah sebagai materi yang berkarakter keras, dogmatis, dan kaku terhadap perubahan. “Padahal, pesan keagamaan dalam Islam harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan karakter masyarakat.”
Dalam hal ini, rebranding dakwah bisa dilakukan melalui rekonstruksi kurikulum fakultas dakwah di perguruan-perguruan tinggi Islam. Perlu pula meningkatkan kewibawaan dakwah dengan cara mengubah konsep penyampaian dakwah itu sendiri.
Penceramah, misalnya, harus komunikatif dan tidak selalu membicarakan ibadah vertikal semata. Menurutnya, materi pembangunan dunia, seperti etos kerja, silaturrahim, semangat mencari ilmu, berpolitik, dan sebagainya bisa menjadi topik dakwah yang menarik.