REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pesantren dan Pendidikan Islam, Ubaidillah Anwar, mengatakan pesantren dan budaya lokal harus "dikawinkan" agar tidak terjadi stigma negatif dan labelisasi sebagai tempat mencetak teroris.
"Terkait kriminalisasi pesantren dengan stigma teroris, selama ini para kyai mungkin kurang peduli dalam mensinergikan antara pesantren dengan kultur Indonesia," kata Ubaidillah Anwar di Jakarta, Selasa (18/12).
Menurut Ubaidillah, pesantren yang ada saat ini kurang memerhatikan antara bagaimana mengawinkan ilmu pengetahuan Islam dengan budaya Indonesia. Misalnya, pesantren di Jawa harus mengenal budaya Jawa, bukan hanya ilmu pengetahuan Islam saja.
"Contoh lain misalnya dalam penafsiran jihad dalam arti kira-kira perang. Dulu Wali Songo mengajarkan jihad perang tapi tidak ada yang melakukan penebomam karena adannya benteng yaitu kultur, tapi sekarang tidak ada lagi," jelas Ubaidillah.
Menurut dia, harus ada kesadaran dari pesantren sendiri untuk memasukkan budaya lokal, bahkan harus bekerja sama dengan masyarakat. Selain harus sinergis dengan budaya, Ubaidillah mengungkapkan faktor kemandirian mental dan ekonomi juga penting sehingga pesantren bisa mandiri.