Selasa 18 Dec 2012 20:30 WIB

Ashabus Sabt, Monyet Pelanggar Hari Sabtu (4)

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: americanthinker.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ayat tentang kaum yang dijadikan kera itu juga terdapat dalam kisah sahabat Rasulullah, Ibnu Abbas.

Diriwayatkan saat itu Ikrimah bermaksud menemui Ibnu Abbas. Namun, saat bertemu, sahabat nabi tersebut tengah berderai air mata.

Lalu, Ikrimah bertanya apa yang menyebabkan Ibnu Abbas menangis tersedu. Ibnu Abbas pun menunjukkan ayat-ayat tersebut kemudian berkata, “Tahukah kau negeri Aylah?”

Ikrimah pun menimpali, “Ya.”

Ibnu Abbas kemudian mengatakan, “Ada segolongan Yahudi di sana, datang kepada mereka ikan yang banyak pada hari Sabtu, gemuk-gemuk. Tapi, di luar hari Sabtu, mereka tidak mampu menangkapnya kecuali dengan susah payah.”

“Ketika mereka dalam keadaan demikian, setan membisikkan bahwa mereka dilarang memakannya hanya pada hari Sabtu, maka tangkaplah pada hari itu dan makanlah di hari yang lain. Akhirnya, satu kelompok berpendapat seperti ini, dan yang lain melarang dan mencegah, 'Kalian itu dilarang untuk menangkap dan memakannya pada hari Sabtu.'”

Terkait tafsir ayat tersebut, Ibnu Katsir menguraikan kisah tersebut sebagai tipu muslihat para Yahudi yang pembangkang. Ia pun berpendapat bahwa kelompok yang mengingkari saja yang selamat. Sementara, kelompok yang berdiam diri menentang para ulama dan orang saleh ikut menjelma menjadi kera yang hina.

Ibnu Katsir pun kemudian menafsirkan al-'Araf ayat 165, “Saya berpandangan, orang-orang yang melarang itu selamat, tapi saya tidak memandang yang lain disebut. Sementara, kita juga melihat banyak hal yang kita ingkari dan tidak mengatakan apa-apa.”

Dalam tafsir “Al-Jami li Ahkamil Quran” karya Imam al-Qurtubi, terdapat beberapa riwayat berbeda dalam menetapkan desa yang dimaksud dalam kisah tersebut. Menurut riwayat Ibnu Abbas seperti yang disebutkan sebelumnya, nama desa tersebut Aylah.

Namun, menurut riwayat Ibnu Abbas lain, desa tersebut bernama Madyan, terletak antara Aylah dan At-Thur. Sedangkan, menurut Az-Zuhri, desa bernama Thabariyah. Adapun Qatadah serta Zaid bin Aslam menamai desa dengan Maqnat, di dekat pantai negeri Syam.

Adapun terkait kelanjutan kisah, ke mana kera-kera tersebut pergi, para ulama tafsir berbeda pandangan. Sebagian ulama mengatakan, setelah menjelma menjadi kera, mereka mati begitu saja dan punah.

Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah dengan kekuasaan-Nya, mengembalikan lagi mereka ke wujud semula. Meski demikian, hal yang pasti, kera tersebut tidak memiliki keturunan.

Dalam tafsir juga disebutkan, tidak semua penduduk desa dikutuk menjadi kera. Ulama membagi tiga golongan, yakni, kelompok yang melanggar perintah Allah dan tetap menangkap ikan. Kelompok kedua, yakni yang melarang kelompok pertama menangkap ikan. Kemudian kelompok ketiga ialah yang berdiam diri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement