REPUBLIKA.CO.ID, Rithah membawa sekantong uang untuk membeli benang sebanyak-banyaknya dan meminta gadis untuk memintalnya dengan upah satu dirham sehari.
Perempuan itu merasa hampa. Bertahun-tahun dia menunggu dan berharap ada seorang laki-laki yang meminangnya, namun tidak ada seorang pun yang datang.
Padahal Rithah adalah seorang perempuan kaya raya dari Bani Mahzum. Wajahnya pun tidak buruk. Dia merasa sangat sedih.
Hingga setiap hari dia memandang dirinya di cermin dan bertanya-tanya apa yang salah dari dirinya. Mengapa sampai di usianya yang tidak bisa dibilang muda lagi, belum juga ada seseorang yang berniat menikahinya.
Sang ayah, Umar, pun bertekad menemukan seorang laki-laki yang mau menikahi anaknya. Dia berjanji akan mengunjungi berhala-berhala setiap hari untuk mendoakan Rithah.
Memberikan dirham yang banyak kepada pengawalnya dan melumuri kedua kaki berhala itu dengan darah kambing yang gemuk. Namun, para berhala itu tak kunjung mengabulkan doanya.
Kondisi itu juga mengusik ibunya. Dia menemui semua ahli nujum dan dukun di Makkah. Suatu hari sang ibu menemui seorang ahli nujum di biaranya yang terletak di Thaif. Sang ibu menyelipkan sekerat emas ke tangan ahli nujum itu agar dia mau membaca masa depan anaknya.
Ahli nujum itu pun meramal bahwa dalam waktu dekat Rithah akan menikah. Seorang laki-laki akan datang untuk meminangnya pada bulan purnama. Namun, ramalan itu tidak terbukti.
Purnama demi purnama datang dan pergi, namun sang pria yang dijanjikan tidak pernah datang. Usia Rithah pun semakin tua. Sementara, ibu dan ayahnya telah meninggal. Dia kesepian.
Suatu hari, seorang kerabatnya yang tinggal di perkampungan Bani Tamim datang berkunjung. Dia tidak datang sendiri, tetapi bersama seorang pria muda yang diperkenalkan sebagai putranya, bernama Sukhr.
Tak lama, mereka datang lagi dengan maksud untuk melamar Rithah. Betapa senangnya Rithah. Akhirnya doanya terjawab juga. Rithah pun pergi menemui berhala-berhala di Ka'bah untuk mempersembahkan korban sebagai bentuk rasa syukurnya.