Jumat 23 Nov 2012 15:47 WIB

Menyantuni Anak Yatim (2)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Pemberian santunan kepada sejumlah anak yatim (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan
Pemberian santunan kepada sejumlah anak yatim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Kepedulian terhadap anak yatim merupakan tradisi yang telah mengakar di kalangan umat Islam sepanjang sejarah.

Bahkan, santunan dan pengayoman terhadap mereka menjadi kebijakan negara.

Pada era pemerintahan Dinasti Mamluk, misalnya. Dinasti yang bercokol di Mesir tersebut memerintahkan bawahannya untuk memberikan paket pakaian lengkap berikut alas kaki, baik ketika musim panas ataupun saat musim dingin.

Sewaktu Shalahuddin al-Ayyubi berkuasa, ia menginstruksikan pengelolaan lembaga dengan sejumlah pembina khusus yang fokus mengajar anak yatim. Ia juga membiayai dana operasional lembaga itu, berikut biaya hidup mereka.

Seorang petualang Muslim, Ibnu Jabir, menuturkan, kala ia bertandang ke Damaskus, Suriah, ia melihat satu lembaga besar yang merupakan institusi swasta. Institusi tersebut mengurusi anak yatim, mulai dari aspek pendidikan dan kehidupan mereka sehari-hari.

Hak

Sebelum memaparkan apa saja hak yang wajib dipenuhi untuk anak yatim, Prof Fahd menggarisbawahi tentang siapa yang dimaksud yatim. Menurut definisi syariat, yatim ialah mereka yang tidak memiliki ayah di usia sebelum balig.

Ini sesuai dengan hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa bukan termasuk yatim bila telah memasuki usia balig. Sekalipun, ulama berselisih pandang terkait usia berapakah seseorang dikategorikan bukan yatim lagi. Ini bisa dirujuk di kajian fikih.

Sedangkan, soal hak-hak yatim wajib dijaga dan dipenuhi oleh pengasuhnya atau orang yang bertanggung jawab terhadap nasibnya. Kewajiban memenuhi hak tersebut, berlaku hingga si yatim memasuki usia akil balig.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement