Persaudaraan Dua Hartawan
Sejak menyatakan keislamannya, Saad menjadi sahabat Rasulullah yang disegani.
Dia merupakan salah satu kaum Anshar yang dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan kaum Muhajirin, para pengikut awal Islam yang mengungsi ke Madinah, meninggalkan segala harta dan saudara di Makkah.
Rasulullah mempersaudarakan dia dengan jutawan Makkah, Abdurrahman bin Auf. Saad sendiri sebenarnya juga merupakan tokoh kaya di Madinah karena mempunyai banyak kebun kurma.
Atas persaudaraan itu, Saad bersikeras untuk memberikan setengah kekayaannya kepada saudaranya dari dua kebun di Madinah dan mengawinkan Abdurrahman dengan salah satu dari dua istrinya.
“Aku adalah orang terkaya di kalangan Anshar sehingga aku akan memberimu setengah dari kekayaanku. Kamu bisa memilih salah satu dari dua istriku. Siapa pun yang kamu pilih akan aku ceraikan,” kata Saad menawarkan.
Tetapi, Abdurrahman bin Auf menolak tawaran saudara barunya itu dan mendoakan Saad agar memperoleh kebaikan. “Semoga Allah memberikan kebaikan kepada keluarga dan hartamu. Tunjukkan saja kepadaku di mana pasar?” pinta Abdurrahman. “Pasar Qainuqa,” ulang Abdurrahman.
Maka, Abdurrahman tak kembali dari pasar di Madinah sampai dia bisa mendapatkan mentega dan susu kering dari hasil berniaga yang kemudian dibawanya pulang ke rumah. Sejak saat itu, Abdurrahman bin Auf rutin ke pasar sehingga dia bisa memperoleh kembali kekayaannya yang ditinggalkan di Makkah akibat hijrah ke Madinah.
Dengan kekayaannya itu, Abdurrahman akhirnya menikah dengan seorang wanita Anshar. Ketika Rasul dan para sahabat mengetahui perkawinan Abdurrahman, Rasul bertanya dengan maskawin apa dia menikah dan dijawab, dengan sepotong emas sebesar kurma.
Lalu, Rasulullah memerintahkan agar Abdurrahman bin Auf menggelar resepsi pernikahan (walimah). “Walau dengan seekor domba.”
Melalui peristiwa bersejarah inilah Islam dikenal dengan persaudaraan di antara para pemeluknya. Persaudaraan itu diliputi jalinan ajaran dan perintah Islam. Upaya Rasulullah untuk mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar merupakan sebuah langkah progresif dan bervisi.
Beliau tidak hanya mempersatukan kaum Muslimin dalam masjid dengan ikatan keyakinan akan kebenaran, tetapi juga mempersatukan mereka dengan ikatan kekeluargaan.
Ikatan tersebut menyadarkan mereka bahwa sesama Muslim adalah satu unit keluarga yang harus saling menolong, saling membantu, dan saling berjuang demi kebenaran yang diyakini mereka. “Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara,” demikian bunyi Surah al-Hujuurat ayat 10.