Rabu 14 Nov 2012 16:08 WIB

Karakteristik Fikih dan Terbentuknya Ormas Islam di Indonesia (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ribuan umat Muslim melaksanakan salat Ied di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Ribuan umat Muslim melaksanakan salat Ied di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Organisasi-organisasi pembaru berusaha menghidupkan kembali ijtihad yang oleh sebagian ulama, terutama di awal abad ke-20, dipandang sudah tertutup.

Untuk itu pada organisasi-organisasi itu terdapat lembaga-lembaga ijtihad dengan namanya masing-masing.

Lembaga-lembaga itu bertugas menemukan kembali keputusan-keputusan hukum Islam dalam masalah-masalah tertentu, baik masalah "lama” maupun masalah- masalah 'baru’.

Di Sarekat Islam (SI) lembaga itu dinamakan Majelis Syuro, di Muhammadiyah dinamakan Majelis Tarjih, di Persis dinamakan Dewan Hihbah, dan di Nahdlatul Ulama (NU) dinamakan Bahsul Masa’il ad-Diniyah NU.

Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam (Persis) dalam memberi hukum kepada salah satu perbuatan, pertama-tama mengkonfrontasi perbuatan itu kepada ayat Alquran dan matan (nas) hadis, ditambah dengan pertimbangan-pertimbangan pendapat ulama.

Kemudian organisasi-organisasi itu menetapkan hukum perbuatan itu dengan hukum yang menurut pendapatnya sesuai dengan Alquran dan hadis dan tidak bertentangan dengan sesuatu pendapat ulama.

Sebaliknya, NU dalam memberi hukum kepada salah satu perbuatan, pertama-tama mengkonfrontasi perbuatan itu dengan pendapat-pendapat ulama, dan kemudian mengambil salah satu pendapat ulama, yang menurut pendapatnya paling rajih (kuat) dan tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis.

Antara dua metode yang diambil oleh organisasi-organisasi Islam terdapat titik pertemuan. Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Persis memerhatikan pendapat ulama, demikian juga NU.

Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Persis dalam mengambil pendapat hukum ulama terlebih dahulu menetapkan mana yang menurut pendapatnya tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis.

Hal ini berlaku juga dalam organisasi NU di dalam memilih pendapat hukum ulama, dengan menetapkan hukum yang rajih yang dianggap tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement