REPUBLIKA.CO.ID, Syaratnya, manfaatnya lebih besar dan keadaan memaksa untuk itu. Lalu bolehkah bila benda wakaf itu dijual?
Para ulama membolehkannya dengan syarat dan ketentuan, yakini adanya hajah untuk menjaga maksud wakif (orang yang berwakaf), hasil penjualannya harus digunakan untuk membeli harta benda lain sebagai wakaf pengganti, dan kemanfaatan wakaf pengganti tersebut minimal sepadan dengan benda wakaf sebelumnya.
Dalam keputusannya, para ulama komisi fatwa juga memperbolehkan alih fungsi benda wakaf sepanjang kemaslahatannya lebih dominan.
''Pelaksanaan ketentuan yang telah disebutkan di atas harus seizin menteri sebagaimana ketentuan perundang-undangan dan pertimbangan MUI.''
Selaian itu, para ulama komisi fatwa pun menegaskan, nazir (pengelola wakaf) harus mengerti tugas dan tanggungjawabnya secara benar. Seorang nazir wajib menguasai norma-norma investasi.
Menurut para ulama, selama nazir mengikuti norma-normanya, maka kerugian investasi tidak menjadi tanggungjawabnya.
Salah satu dasar penetapan fatwa itu adalah hadis Rasulullah SAW. ''Umar RA pernah memperoleh tanah di Khaibar kemudian datang kepada Nabi SAW.
Umar berkata, “Aku mendapatkan tanah yang sangat bagus sekali. Apa saranmu? Nabi menjawab, ''Jika berkehendak tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasinya.”
Umar menyedekahkan hasilnya dengan syarat tidak dijual pokoknya, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Umar bersedekah pada orang-orang fakir, kerabat, budak, sabilillah, tamu, ibnu sabil. Dan boleh bagi wali makan sekedarnya dan memberi makan pada temannya sekedarnya.