Kamis 01 Nov 2012 16:13 WIB

Perhatian Islam terhadap Utang Piutang (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Garamah berarti denda, utang, atau uang yang wajib dibayar. Garim berarti orang yang berutang dan belum mampu membayarnya.

Kedua kata itu berasal dari kata gurm yang berarti "kerugian" atau "bahaya” yang menimpa harta seseorang, bukan karena tindak pidana tertentu atau pengkhianatan.

Dalam Islam, dengan tegas disebutkan bahwa utang harus dan wajib dibayar. Demikian kuatnya kewajiban ini sampai-sampai Nabi Muhammad SAW tidak bersedia menyalatkan jenazah orang yang berutang sebelum ada orang yang bersedia menjamin membayar utangnya.

Diriwayatkan dari Jabir, "Telah wafat seorang daripada kami, lalu kami mandikan, kami kapasi, dan kami kafani, kemudian kami bawa kepada Rasulullah SAW. lalu kami bertanya, “Apakah Engkau bersedia menyalatkan jenazahnya?”

Lalu Nabi Muhammad SAW melangkah beberapa langkah, kemudian ia bertanya, “Adakah utang atasnya?” Kami menjawab, “Dua dinar.” Lalu Nabi SAW berpaling.

Maka Abu Qatadah menanggung pembayaran dua dinar itu, dan kemudian kami datang lagi kepadanya dan Abu Qatadah berkata, “Dua dinar itu menjadi tanggungan saya.”

Nabi SAW kemudian berkata, “Apakah betul engkau akan menanggung pembayaran utang itu sehingga mayit terlepas dari tanggungan itu?”

Abu Qatadah berkata, “Benar, ya Rasulullah.” Setelah itu Nabi SAW menyalatkan jenazahnya. (HR. Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud, dan an-Nasa'i).

Nabi Muhammad SAW banyak sekali berbicara tentang utang. Rasulullah SAW mengajarkan agar umat Islam sedapat mungkin meninggalkan utang, karena, "utang itu mendatangkan kebingungan pada waktu malam dan kehinaan di waktu siang''. (HR. Abu Dawud).

Rasulullah SAW sendiri berlindung dari utang melalui permohonannya kepada Allah SWT, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari belenggu utang, belenggu musuh, dan cercaan musuh.” (HR. an-Nasa’i).

Utang dapat mendatangkan kemungkaran. Nabi SAW bersabda, "Apabila seseorang banyak utangnya, maka ia suka berbicara bohong dan suka tidak menepati janji.” (HR. Bukhari).

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement