Sabtu 13 Oct 2012 18:25 WIB

Antara Akikah dan Kurban (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Akikah (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Akikah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Apalagi, waktu akikah tidak terbatas seperti yang ditegaskan dalam hadis Buraidah. Di sisi lain, anjuran akikah diperuntukkan bagi sang ayah bukan untuk ibu atau anak.

Anjuran akikah tidak gugur menyusul kedewasaan seseorang. Selama mampu maka seorang ayah disunahkan mengakikahi anaknya.

Apakah anak tetap harus mengakikahi dirinya sendiri? Menurut Ahmad, tidak perlu diakikahi lagi. Sementara menurut Atha' dan Al-Hasan Bashri, tetapi dianjurkan berakikah.

Penggabungan

Dari sini muncul pertanyaan, yaitu bolehkah menggabungkan niat akikah dan kurban? Bila hal itu diperbolehkan apakah secara otomatis kurban yang dilakukan sekaligus bisa menggugurkan anjuran akikah? Para ulama berbeda pandangan.

Menurut pendapat kelompok yang pertama, kurban yang ia tunaikan itu bisa sekaligus diniatkan akikah dan menggugurkan anjurannya. Pendapat ini merupakan opsi yang disampaikan oleh Mazhab Hanafi dan salah satu riwayat Ahmad. Dari kalangan tabi’in, Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, dan Qatadah, sepakat dengan pandangan ini.

Mereka berargumentasi, substansi kedua ibadah sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui sembelihan hewan. Keduanya bisa saling melengkapi dan mengisi. Kasus hukumnya sama ketika shalat wajib di Masjid disertai dengan niat shalat sunah tahiyyatal masjid. Mantan mufti Arab Saudi, Syekh Muhammad bin Ibrahim, mendukung opsi ini.

Menurut kubu yang kedua, kedua ibadah itu tidak boleh disatukan dan tidak bisa menggugurkan salah satunya. Kurban adalah kurban dan akikah adalah akikah. Pendapat ini disampaikan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i, dan salah satu riwayat Mazhab Ahmad.

Alasan yang mereka kemukakan, yaitu masing-masing dari akikah dan kurban memiliki tujuan yang berbeda. Maka itu, satu sama lain tidak boleh digabung. Latar belakang dan motif di balik kesunahan kedua ibadah itu pun berseberangan. Jadi, kurang tepat disatukan. Misalnya, denda yang berlaku di haji tamattu' dan denda yang berlaku dalam fidyah.

Boleh dan saling menggugurkan:

Mazhab Hanafi dan salah satu riwayat Ahmad. Dari kalangan tabi’in, Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, dan Qatadah.

Tidak boleh dan tidak saling menggugurkan:

Mazhab Maliki, Syafi’i, dan salah satu riwayat Mazhab Ahmad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement