REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tak sedikit Muslim Cina yang mendalami Islam di universitas terkemuka dunia seperti Al-Azhar, Mesir. Namun, kontribusi para lulusan ini kepada dunia Islam belum terlihat. Ahli Hukum Islam, Khaled Abou El Fadl, menilai dunia Islam membutuhkan kontribusi Muslim Cina. Itu karena, Muslim Cina dinilai lebih moderat.
"Fakta itu sangat menarik bagi saya. Mereka terpelajar dan mahir berbahasa Arab," komentar dia seperti dikutip nytimes.com, Jumat (12/10).
Menurut Khaled, dengan karakteristik seperti itu sewajarnya Muslim Cina memainkan peranan di dunia Islam. Tidak menghilang seperti yang terjadi sekarang Ini. "Hal yang sia-sia, ketika mereka belajar ke tempat yang jauh, lalu tidak ada upaya apapun," komentar dia.
Mereka, kata Khaled, seharusnya banyak berhubungan dengan negara-negara Timur Tengah, seperti Iran atau Mesir. Itu berguna dan memberikan manfaat besar bagi bergeliatnya pemikiran dalam dunia Islam.
"Situasi Timur Tengah sangat menguntungkan. Kawasan itu mulai terbuka. Jadi, mereka bisa berkomunikasi dan mempelajari ilmu dari sumber beragam," kata dia.
Harus diakui, lanjut dia, dalam internal Muslim Cina sendiri terjadi masalah. Semisal, kurang harmonisnya etnis Han dan Uighur. Namun, kondisi itu bisa ditanggulangi dengan peranan Muslim Hui selaku mediator. "Sayang, hal itu belum dilakukan," kata dia.
Populasi Muslim Cina mencapai 22 juta jiwa. Sebagian besar populasi terkonsentrasi di provinsi Xinjiang, Ningxia, Gansu, dan Qinghai. Sementara, mayaoritas Muslim Cina berasal dari etnis Hui, yang diperkirakan mencapai 10 juta jiwa. Sisanya, merupakan etnis Uighur, Kazakh, Dongxiang, Kyrgyz, Salar, Tajik, Uzbek, Tatar dan Bonan.