REPUBLIKA.CO.ID, AROSUKA – Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat meminta pondok pesantren di daerah itu agar terus mempertahankan pembelajaran kitab berbahasa Arab yang tidak berbaris atau lebih dikenal dengan sebutan "Kitab Kuning".
"Ciri khas sebuah pondok pesantren itu adalah belajar Kitab Kuning, sehingga santri bisa lebih pintar menggali ilmu agama dan bahasa Arab," kata Kepala Pendidikan Agama Pondok Pesantren (Pekapontren) Kemenag Sumbar, Syahrul Wirda, di Arosuka, Sabtu (6/10).
Menurut dia, pada dasarnya segala sumber ilmu agama selain Alquran dan sunah Nabi Muhammad SAW banyak terdapat di dalam Kitab Kuning tersebut.
"Kitab Kuning merupakan salah satu sumber ilmu agama, seperti contoh pelajaran fikih, metode bahasa Arab, tasawuf, dan sebagainya terdapat dalam kitab kuning tersebut," kata mantan kepala Kemenag Kabupaten Solok ini.
Syahrul Wirda mengakui, saat ini dengan perkembangan pendidikan yang lebih modern sudah banyak pondok pesantren yang mengurangi belajar Kitab Kuning.
Akibatnya, dengan tidak adanya belajar Kitab Kuning tersebut dan digantikan dengan pelajaran lainnya ciri khas sebuah pondok pesantren akan hilang. "Dari dahulu orang tahu dengan pondok pesantren tersebut karena dengan belajar Kitab Kuning sehingga jebolan pesantren bisa menjadi ulama," ujarnya.
Dia menjelaskan, sebaiknya sebuah pondok pesantren harus bisa mengimbangi antara pelajaran umum dan agama bukan dengan mengurangi pelajaran intinya. "Kita memang harus mengikuti sistem pendidikan nasional, namun jangan sampai dihilangkan metode pendidikan pondok pesantren sendiri," tandasnya.
Dia menyebutkan, saat ini terdapat 228 pondok pesantren yang tersebar di 18 dari 19 kabupaten/kota di Sumbar.