Selasa 25 Sep 2012 11:10 WIB

Problematika Kemiskinan (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Menurut Tamim Ansyari dalam “Dari Puncak Baghdad, Sejarah Dunia Versi Islam”, negara memfasilitasi lembaga wakaf untuk pemberdayaan masyarakat miskin.

Selama periode Dinasti Abbasiyah, pemerintah mendorong laju pergerakan ekonomi di berbagai bidang. Perekonomian kala itu pun melesat.

Negara berupaya keras agar kesejahteraan penduduk ter dongkrak. Dari segi perdagangan, industri, dan pertanian, ekonomi Muslim menggeliat. Kebijakan-kebijakan prorakyat juga ditelorkan. Kondisi ini berjalan hingga pemerintah Dinasti Mamluk (1250-1517 M).

Sebuah buku karya Adam Sabra yang berjudul “Poverty and Charity in Medieval Islam: Mamluk Egypt” mengungkapkan bagaimana dinamika penyelesaian kemiskinan pada era Mamluk. Pemerintah langsung turun tangan mengentaskan kemiskinan.

Ini membantu optimalisasi program-program, baik yang dijalankan oleh negara maupun badan-badan wakaf. Pegawai negeri memiliki kewajiban menghimpun dana zakat, infak, wakaf, dan sedekah selain pekerjaan utama mereka, yaitu mengumpulkan pajak.

Sinergi positif terjalin positif antara pemerintah dan lembaga-lembaga nirlaba. Ini memaksimalkan program-program yang ada. Misalnya saja, para pengemis, anak jalanan, dan tunawisma mendapat jaminan hidup di panti-panti sosial. Program pelunasan utang juga digelar.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement