Senin 24 Sep 2012 02:40 WIB

Religions for Peace Kutuk Penistaan Islam

Rep: mohammad akbar/ Red: M Irwan Ariefyanto
Sekitar 1.500 orang ambil bagian dalam protes mengecam film anti-islam The Innocence of Muslim, di Dortmund, Jerman pada Sabtu (22/9/2012)
Foto: REUTERS
Sekitar 1.500 orang ambil bagian dalam protes mengecam film anti-islam The Innocence of Muslim, di Dortmund, Jerman pada Sabtu (22/9/2012)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Sekretaris Jenderal Religions for Peace William F Vendley mengutuk upaya memecah belah kerukunan antarumat beragama di dunia. Ia juga menyesalkan beredarnya film “The Innocence of Muslim” yang telah menyakiti hati umat Islam di seluruh dunia.

“Menyikapi kejadian yang menyangkut penistaan terhadap Nabi Muhammad, bersama ini para pemuka agama yang menjadi anggota jaringan Religions for Peace di seluruh dunia menyatakan tidak boleh ada orang yang menghina kepercayaan iman orang lain,” kata Vendley dalam siaran pers, Ahad (23/9).

Vendley mengatakan, pembuatan dan penyebarluasan film itu sebagai tindakan yang keji. “Secara bersama kami menyampaikan simpati kepada saudara-saudari kami umat Islam yang merasa amat tersinggung oleh orang-orang jahat tersebut,” ujarnya.

Namun, ia juga meminta semua pihak agar tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakukan aksi kekerasan. Ia mengaku sangat berterima kasih kepada semua tokoh Muslim di seluruh dunia yang telah menolak aksi kekerasan. “Kami semua tahu bahwa ekstremisme di satu pihak hanya akan menumbuhkan ekstremisme di pihak yang lain,” tuturnya.

Untuk itu, Vendley mendorong agar dialog dan kerja sama antaragama bisa terus ditingkatkan. Ia mengajak semua pihak agar tidak mudah melakukan reaksi dalam menyikapi upaya adu domba antarkelompok beragama. “Kami sangat menolak semua usaha yang ingin menimbulkan kecurigaan dan kebencian antarumat beragama yang berbeda,” katanya.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pembuat film “The Innocence of Muslim” ditindak dengan hukum ekstrateritorial. Dukungan lembaga negara-negara Islam OKI menjadi penguat agar standar universal hak asasi manusia tak bisa dimasukkan pada syariah agama Islam. “Meski Muslim Indonesia terlambat bersikap tapi sudah jelas menolak film tersebut bagus karena tak mengikuti aksi anarkis di negara lainnya. Penanganannya bisa melalui proses extraterritorial law,” ungkap Ketua Bidang Hubunga Luar Negeri MUI KH Muhyiddin Junaidi ketika ditemui di kantornya, pekan lalu.

Ketegasan sikap umat Islam diacunginya jempol karena sangat memerhatikan syariat. Tentunya, kata Muhyiddin, film buatan Nakoula itu menghina umat Islam karena ceritanya melenceng dari risalah dakwah Rasulullah. “Itu ekspresi ketidaksukaan dari pihak luar yang sengaja agar tekanan emosi Muslim naik,” tegas Muhyiddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement