Selasa 11 Sep 2012 18:35 WIB

Karakter Wayang dan Syiar Islam (4)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Karakter wayang (ilustrasi).
Foto: seasite.niu.edu
Karakter wayang (ilustrasi).

Wayang Sebagai Media Dakwah

Ketika ajaran Islam disebarkan di Pulau Jawa, masyarakat yang sebagian besar masih memeluk agama Hindu memiliki kegemaran menonton pagelaran wayang.

Para ulama penyebar agama Allah di Pulau Jawa yang dikenal dengan Walisongo Sunan Ampel, Sunan Gunungjati, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, dan Syeh Siti Jenar berdakwah dengan menggunakan pendekatan budaya.

Salah satunya, menjadikan wayang yang sangat digemari masyarakat Jawa sebagai media dakwah. Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, kesenian wayang memang telah menemukan bentuknya. Pada awalnya, bentuk wayang menyerupai relief yang biasa kita jumpai pada bangunan candi.

Lalu, para wali mengubah bentuk wayang yang telah ada agar bisa digunakan sebagai alat dakwah yang sarat makna. Bagian-bagian wajah pada wayang hasil karya para wali ini digambarkan miring dan tidak menyerupai wajah manusia.

Sementara bagian leher dibuat panjang, tangan dibuat lebih panjang dari kaki, dan bagian hidung juga dibuat panjang-panjang agar tak serupa persis dengan anggota tubuh manusia.

Di antara wayang hasil karya para wali ini adalah wayang purwa dan wayang kancil. Di tangan Sunan Kalijaga, Wayang Purwa yang terbuat dari kulit kerbau itu ditransformasikan menjadi wayang kulit yang bercorak Islami. Dalam menyelenggarakan pertunjukan wayang, Sunan Kalijaga selalu memilih tempat yang tidak jauh dari masjid.

Di sekeliling tempat pagelaran wayang, Sunan Kalijaga lalu membuat parit yang mengalir di dalamnya air yang jernih. Parit ini dibuat untuk melatih para penonton wayang agar mencuci kaki sebelum masuk masjid.

Sunan Giri punya media dakwah yang lain, yakni Wayang Kancil. Ia memakai tokoh peraga berupa binatang kancil sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam di Jawa dan Lombok. Seni ini sempat menghilang, tapi sekarang dihidupkan kembali. Ceritanya menjadi lebih beragam, bahkan dipentaskan dalam berbagai bahasa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement