Selasa 04 Sep 2012 15:59 WIB

Sejarah Kurban (3)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Penyembelihan hewan kurban (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Penyembelihan hewan kurban (ilustrasi).

Kurban zaman Nabi Ibrahim AS

Dikisahkan, di usianya yang sudah menginjak 100 tahun, Nabi Ibrahim belum dikaruniai seorang anak pun.

Karenanya, ia ingin sekali mendapat karunia seorang anak, dan beliau selalu berdoa, Rabbii hablii minash-shaalihiin!” Wahai Rabbku, karuniakanlah kepadaku sebagian dari keturunanku dari orang-orang yang saleh!”

Doa Nabi Ibrahim itu dikabulkan Allah SWT. Dia diberi kabar akan mendapat anak yang saleh.

Anak yang sangat didambakan Nabi Ibrahim telah lahir dari rahim istrinya yang kedua, bernama Siti Hajar. Dia amat mencintai dan menyayangi anaknya. Untuk menguji kecintaannya itu, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih putranya tersayang. Namun, kecintaan Ibrahim kepada Allah jauh melebihi cintanya kepada sang anak.

Hal ini pulalah yang menyebabkan Ibrahim mendapat gelar Al-Khalil (Sang kekasih). Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika Allah memberi julukan kepada Ibrahim sebagai kekasih-Nya, para Malaikat melakukan protes.

Sebab, julukan itu dianggap berlebihan. Namun, Allah menerangkan bahwa julukan itu diberikan karena Ibrahim sangat tulus memberikan cinta dan pengabdiannya kepada Allah.

Jibril bertanya pada Allah, “Ya Allah, mengapa Engkau memberi gelar Khalilullah (kekasih Allah) kepada Ibrahim, padahal ia sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia pantas menjadi Khalilullah?”

Allah menjawab, “Jangan kalian menilai secara lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada di hatinya rasa cinta selain kepada-Ku. Bila kalian ingin menguji, ujilah dia.”

Lalu, malaikat Jibril mengujinya dan terbukti bahwa kekayaan dan keluarganya tak sedikit pun membuat Ibrahim lalai dalam mengabdi kepada Allah. Bahkan, Allah pun mengujinya dengan perintah agar Ibrahim menyembelih putranya tersayang (Ismail).

Walaupun perintah tersebut disampaikan melalui mimpi (ru’yah shadiqah), dengan ketabahan, ketulusan, dan tawakalnya kepada Allah, ia melaksanakan perintah tersebut dengan penuh keyakinan dan kepasrahan. Lihat Surah Ash-Shaffat [37] ayat 102-105.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement