Kamis 09 Aug 2012 20:10 WIB

Sultan Abdul Hamid II, Pemimpin Khilafah Islam Terakhir (2)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Sultan Abdul Hamid II (ilustrasi)
Foto: commons.wikimedia.org
Sultan Abdul Hamid II (ilustrasi)

Dekat dengan ulama

Sebagai seorang pemimpin, Sultan Hamid II dikenal dekat dengan ulama dan selalu menaati nasihat-nasihat mereka.

Dia menganggap semua rakyat sama di hadapan undang-undang, juga memberikan kebebasan pers. Dia membuat peraturan wajib belajar kepada semua rakyat.

Semasa memerintah, ia menghapus peraturan yang memperbolehkan polisi untuk menyiksa tahanan dalam masa investigasi dan menghapuskan peraturan pengambilan paksa tanah milik rakyat dan kerja paksa.

Dia juga menolak untuk memecat seorang hakim tanpa alasan yang benar. Selain itu, dia juga memberantas korupsi dan suap. Dia sangat serius dalam menerapkan hukum yang sesuai dengan syariat Islam.

Dalam hal kemaslahatan umat, Sultan Abdul Hamid II mengajak umat untuk mendirikan sebuah universitas Islam.

Ia juga memerintahkan pendirian sekolah-sekolah, rumah-rumah dinas bagi para dosen, akademi politik dan kesenian wanita, museum-museum, perpustakaan-perpustakaan, sekolah kedokteran, rumah sakit spesialis anak, perumahan bagi orang-orang yang tidak mampu, kantor pos pusat, ruang-ruang pertemuan, beberapa organisasi petani dan buruh serta pabrik-pabrik keramik. Selain itu, dia juga memasang pipa-pipa untuk mengalirkan air minum.

Saat berkuasa, Sultan Abdul Hamid II juga memerintahkan pembangunan jalur rel kereta api (KA) dari Damaskus ke Madinah sepanjang 1.327 kilometer. Pembangunan rel KA ini membutuhkann waktu selama tujuh tahun.

Akhir kekuasaan Ottoman

Abdul Hamid II mengemban amanah memimpin sebuah daulah yang luasnya membentang dari timur dan barat. Ia menghabiskan 30 tahun kekuasaannya sebagai khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, dan fitnah dari dalam negeri.

Sementara dari luar negeri, ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi serta tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi. Saat berkuasa, dia terpaksa menandatangani perjanjian Saint Stefanus, karena adanya tekanan dari negara-negara Eropa.

Dalam perjanjian tersebut, pemerintah Turki Usmani harus memberikan kemerdekaan penuh kepada negara Rumania, Bulgaria, dan Serbia. Dia juga berjanji akan menjaga dan melindungi orang-orang Arman yang beragama Kristen dari serangan orang-orang Kurdi dan Syarkasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement