REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di akhir masa Utsmaniyah, Sultan Abdul Hamid II menanggung beban berat. Pengaruh Utsmaniyah mulai digerogoti Barat. Belum lagi persoalan internal di wilayah Utsmaniyah.
Meski demikian, kharismatik kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II yang memerintah pada 31 Agustus 1876 hingga 27 April 1909 ini membawa angin perubahan pada Utsmaniyah. Banyak pembangunan yang dilakukan seperti perbaikan infrastruktur maupun pendidikan.
Pendidikan agama Islam dibuat secara intensif dimana sekolah Islam atau pesantren.Di pesantren-pesantren Utsmaniyah, pendidikan agama Islam seperti tasawuf, pengamalan Alquran, dan Ilmu agama Islam lainnya menjadi sebuah kurikulum wajib.
Sementara itu, untuk segi pembangunan infrastruktur, salah satunya adalah jalur kereta api Hijaz yang membantu menghubungkan Utsmaniyah dengan wilayah Arab tepatnya untuk menghubungkan dua Kota suci yakni Makkah dan Madinah. Keberadaan jalur kereta ini memudahkan jamaah haji berangkat haji.
Sultan Abdul Hamid II juga membangun rel kereta yang menghubungkan Istanbul dan Berlin. Sebelumnya, jarak Istanbul menuju Berlin membutuhkan waktu lima hari. Kehadiran jalur baru itu, jarak tempuh dipangkas menjadi tiga hari saja.
Sang Sultan pun juga menjaga keberagaman di wilayah Utsmaniyah. Kebebasan beragama dijaga. “Di bawah Kekhilafahan kita, siapapun bebas beraktivitas di masjid manapun, dan gereja terbesar pun ada bagi siapa saja," ucapnya ketika para mahasiswa menuntut kebebasan sebagaimana dikutip dari serial Televisi Turki Payitaht Abdul Hamid II.
Abdul Hamid II lahir pada tanggal 21 September 1842. Beliau adalah putra dari Sultan Abdul Majid. Sejak usia belia, beliau mempelajari banyak ilmu pengetahuan seperti bahasa Arab dan Persia, ilmu sejarah, sastra, sekaligus ilmu tasawuf. Beliau dididik secara formal di Istana Topkapi serta bimbingan dari orang orang terkenal di zamannya. Selain mempelajari ilmu pengetahuan umum, beliau juga mempelajari beragam ilmu olahraga seperti bermain pedang dan menembak senjata api.