Sabtu 04 Aug 2012 12:11 WIB

KH Mas Mansur: Ulama Kharismatik dari Jawa Timur (1)

Rep: Friska Yolandha/ Red: Heri Ruslan
KH Mas Mansur
Foto: sdmuh2sby.sch.id
KH Mas Mansur

REPUBLIKA.CO.ID,  KH Mas Mansur dikenal sebagai ulama kharismatik. Dakwah yang disampaikannya begitu halus dan menyentuh. Ia telah memberi pengaruh yang begitu besar bagi masyarakat pada zamannya. Sebagai seorang ulama, kecintaannya terhadap agama dan bangsa sungguh luar biasa. Gelar pahlawan nasional pun ditabalkan kepadanya.

Mas Mansur terlahir di Surabaya pada  25 Juni 1896. Ayahnya bernama KH Mas Achmad Marzoeqi dan ibunya bernama Raudhah. Ibunya berasal dari keluarga kaya Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya adalah seorang ulama masyhur yang menjabat sebagai imam dan khatib Masjid Ampel Jawa Timur.

Guru pertama Mas Mansur adalah ayahnya sendiri. Masa kecil dihabiskannya dengan belajar agama bersama sang ayah. Ia juga mempelajari agama di Pesantren Sidoresmo kepada Kiai Muhammad Thata. Pada tahun 1906 Mas Mansur dikirim ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Madura untuk mempelajari Alquran dan kitab Alfiyah bin Malik. Selama dua tahun, ia berguru kepada Kiai Khalil.

Pada 1908,  ia menunaikan ibadah haji dan mempelajari agama kepada Kiai Mahfudz di Makkah, Arab Saudi. Gejolak politik yang terjadi di Tanah Suci, pada waktu itu, memaksa Mas Mansur hijrah ke Mesir. Selama empat tahun, ia menimba ilmu di Makkah.

Keputusannya untuk hijrah ke Mesir ditentang sang ayah. Kiai Mas Achmad menganggap Mesir bukanlah tempat yang tepat untuk belajar. Namun, tekad Mas Mansur sudah bulat. Ia tetap berangkat menuju Mesir untuk belajar,  meskipun kedua orangtuanya sempat tidak memberinya dana untuk belajar.

Di Negeri Piramida itu ia menuntut ilmu di Al-Azhar.  Ketika Perang Dunia I meletus pada 1913, ia kembali ke Tanah Air melalui Makkah.  Sepulangnya dari Timur Tengah, ia bergabung ke dalam organisasi Serikat Islam (SI) yang pada saat itu dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto. SI terkenal sebagai organisasi yang revolusioner. Mas Mansur dan KH Ahmad Dahlan dipercaya menduduki jabatan penasihat pengurus besar.

Selain bergabung dengan SI, ia juga membentuk majelis diskusi Taswir al-Afkar (Cakrawala Pemikiran) bersama Abdul Wahab Hisboellah. Majelis ini merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya untuk mengadakan pengajian dan membahasa permasalahan yang berkaitan dengan umat hingga ke masalah politik.

Majelis itu didirikan karena sikap masyarakat Surabaya yang kolot dan sulit menerima pemikiran baru yang berbeda dengan tradisi yang mereka anut. Aktivitas Taswir al-Afkar itu berhasil menginspirasi aktivis di berbagai kota untuk mendirikan hal yang serupa, seperti Nahdhah al-Wathan yang lebih memfokuskan kegiatannya pada pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement