REPUBLIKA.CO.ID, Menikah dan hidup berumah tangga bisa menjadi berkah dan rahmat untuk pasangan suami istri. Namun, apa jadinya bila sang suami justru menjadi petaka untuk rumah tangga itu? Itulah yang terjadi bila sang suami ringan tangan dan tidak mau memberikan nafkah lahir dan batin pada istri. Lantas, apa tindakan yang tepat untuk sang istri?
Menurut Ustaz Bachtiar Nasir, rumah tangga bisa menjadi permulaan surga di dunia dan bisa pula menjadi permulaaan neraka bagi pelakunya di dunia. Kedua kondisi tersebut adalah hasil karya pasangan suami istri, bukan semata-mata karena salah satunya dan bukan pula semata-mata karena orang ketiga.
Ustaz Bachtiar menyebutkan, pokok pangkal persoalannya adalah karena dicerabutnya dua fondasi kebahagiaan rumah tangga ‘mawaddah (daya rasa cinta suci kepada pasangan) dan rahmah (daya rasa kasih kepada seisi rumah)’ oleh Allah al-Waduud (QS ar-Rum [30]:21).
Maknanya, hanya Allah yang dapat mengembalikan kedua fondasi tersebut sehingga kebahagiaan rumah tangga kembali lagi. Caranya adalah rida/menerima takdir Allah bahwa musibah yang menimpa rumah tangga saat ini adalah akibat kesalahan kita sendiri bukan karena pasangan semata-mata. Setelah itu bertobatlah dengan beristighfar dan memasrahkan serta memercayakan segala urusan dalam kendali Allah.
Allah berfirman, Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy-Syura [42]:30). Ingat, musibah yang menimpa saat ini hanya sebagian kecil dari jumlah kesalahan yang dilakukan, dan ketahuilah bahwa sebagian besarnya sudah dimaafkan Allah.
Ustaz Bachtiar mengingatkan agar jangan terlalu mudah memutuskan cerai dan jangan cepat putus asa untuk memutuskan thalaq dan khulu’ (meminta lepas dari suami) karena tak ada masalah yang tak dapat diselesaikan. Keputusan untuk thalaq dan khulu’ hanya dapat dilakukan jika batasan hukum Allah selalu dilanggar selama masih berpasangan.
Dia pun menyarankan agar mengamalkan ayat berikut, Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal’’. (QS an-Nisa’ [4]:35). Wallahu a’lam bish-shawab