REPUBLIKA.CO.ID, Dalam pembukaan risalah penemuan yang ditulisnya, Al-Jazari menyebut secara lengkap identitas dirinya sebagai Al-Shaykh Ra'is Al-A’mal Badi`Al-Zaman Abu Al-Izz ibn Ismail ibn Al-Razzaz Al-Jazari.
Gelar Ra'is Al-A`mal yang melekat pada namanya menunjukkan bahwa Al-Jazari adalah seorang pemimpin para insinyur kala itu.
Sedangkan titel Badi`Al-Zaman dan Al-Shaykh yang disandangnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang ilmuwan yang unik, tak tertandingi kehebatannya, menguasai ilmu yang tinggi, serta bermartabat.
Sedangkan, kata ‘Al-Jazari' yang melekat pada nama lengkapnya itu menunjukkan amsalnya. Keluarga Al-Jazari berasal dari Jazirah Ibnu Umar di Diyar Bakr, Turki.
Namun, hipotesis lainnya menyebutkan bahwa Al-Jazari terlahir di Al-Jazira, sebuah kawasan yang terletak di sebelah utara Mesopotamia, yakni kawasan di utara Irak dan timur laut Suriah. Tepatnya antara Tigris dan Eufrat.
Di sanalah Al-Jazari mencurahkan hidupnya sebagai seorang insinyur dengan menciptakan berbagai mesin. Para penjelajah dan pelancong yang bertandang ke wilayah itu pada abad ke-12 M mengagumi kemakmuran yang diraih Dinasti Artukid. Pada saat itu pula, kedamaian dan stabilitas politik dan keamanan begitu terkendali.
Seperti halnya sang ayah, Al-Jazari mengabdikan dirinya pada raja-raja dari Dinasti Urtuq atau Artuqid di Diyar Bakir dari 1174 sampai 1200 sebagai ahli teknik.
Semasa hidupnya, Al-Jazari mengalami tiga kali suksesi kepemimpinan di Dinasti Artukid, yakni; Nur Al-Din Muhammad ibn Arslan (570 H-581 H/1174 M-1185 M); Qutb Al-Din Sukman ibn Muhammad (681 H-697 H/1185 M-1200 M); dan Nasir Al-Din Mahmud ibn Muhammad (597 H-619 H/1200 M-1222 M).