REPUBLIKA.CO.ID, Setahun kemudian (706 M), Khalifah Al-Walid memutuskan memugar Masjid Nabawi di Madinah. Awalnya, masjid itu tak dilengkapi satu menara pun.
Atas perintah Al-Walid, para arsitek mulai membangun menara masjid sebagai tempat muadzin untuk mengumandangkan adzan.
Bentuk menara pada Masjid Nabawi dan menara utara Masjid Damaskus sangat mirip, terutama pada ornamen kubah puncak menara yang ramping.
Kala itu, menara masjid adalah sesuatu yang baru. Bentuk menara seperti menara Masjid Agung Damaskus terbilang cukup populer. Hingga 250 tahun kemudian, bentuk menara Masjid Nabawi dan Masjid Agung Damaskus masih menjadi model tipikal menara Masjid Al-Azhar yang dibangun oleh Dinasti Fatimiyah di Kairo.
Menara tunggal adalah menara yang paling umum dibangun. Namun, kerajaan Usmani dan Mogul kerap membagun menara kembar yang memiliki arti perlindungan raja.
Bahkan, ada pula yang langsung membangun empat menara di samping masjid, sekaligus. Masjid Sultan Ahmad I di Istanbul malah dilengkapi enam minaret dan hanya selisih satu dengan Masjidil Haram di Makkah yang memiliki tujuh menara.
Meski tak lagi menjadi tempat untuk mengumandangkan adzan, hampir setiap bangunan masjid besar di seluruh dunia dilengkapi menara. Menara telah menjadi simbol dan lambang keberadaan Islam. Namun, kini tak semua negara yang berpenduduk mayoritas Islam mengizinkan berdirinya menara masjid.
Kantor urusan masjid Kementrian Wakaf Mesir misalnya, telah mengumumkan untuk tak lagi mengeluarkan izin pembangunan menara bagi masjid baru. Alasan keputusan itu adalah untuk mengurangi pembiayaan pembangunan masjid.