Ahad 24 Jun 2012 14:54 WIB

Yang Esa dan Yang Majemuk (4-habis)

Ilustrasi
Foto: multiply.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Mazhab filsafat/kalam jelas membedakan Yang Esa dan yang berbilang. Mereka sangat ketat mempertahankan keesaan Yang Mahaesa.

Mereka paling anti terhadap pendapat yang mengisyaratkan adanya keabadian ganda (ta’addud al-qudama). Realitas yang banyak, yang heterogen, dan yang plural semuanya adalah makhluk.

Mereka selalu berdalih bahwa demi kemurniaan tauhid, maka Allah SWT harus dibersihkan dari segala sesuatu yang bersifat mistik, khurafat, dan sinkretis. Mereka sering menuding kalangan sufi terlalu jauh mendramatisir dan mengimajinasikan Tuhan sebagai unsur imanen dalam dirinya.

Sebaliknya, kalangan sufi menuding para filosof dan teolog beragama secara kering. Mereka malah mempertanyakan konsep kemurnian tauhid yang membersihkan hubungan antara Tuhan dengan makhluknya.

“Jika engkau bicara soal ketakterbandingan, engkau telah membatasi. Jika engkau bicara soal kesempurnaan engkau juga membatasi. Jika engkau bicara soal keduanya, engkau tepat mengenai sasaran; engkau seorang pemimpin dan syekh dalam ilmu-ilmu makrifat,” tegas Ibnu Arabi.

Redaksi yang mirip dikemukakan oleh Khaja Abdullah Anshari, “Tak seorang pun menegaskan keesaan Zat Mahaesa, sebab semua orang yang menegaskan-Nya sesungguhnya mengingkari-Nya. Tauhid orang yang melukiskan-Nya hanyalah pinjaman, tak diterima oleh zat Mahaesa. Tauhid atas diri-Nya adalah tauhid-Nya. Orang yang melukiskan-Nya sungguh telah sesat.”

Para sufi mengaku lebih murni ketauhidannya karena tauhid bagi mereka tidak hanya dalam tauhid zat, seperti selalu ditekankan para ahli kalam tetapi juga harus mencakup tauhid perbuatan, dan tauhid sifat. Memisahkan Tuhan dengan makhluk justru akan mengindikasikan tauhid relatif (nisbi). Menurut mereka, bukankah wujud ini pada hakikatnya hanya satu? La ilaha Illallah! Allahu a’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement