Senin 18 Jun 2012 21:41 WIB

Mujahidah: Siti Masyitah, Pemegang Teguh Kebenaran (1)

Rep: Susie Evidia/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: fundapk.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika Rasulullah SAW melakukan perjalanan Isra Mikraj tercium aroma sangat harum. Rasulullah SAW penasaran bertanya kepada Malaikat Jibril, “Harum apakah itu wahai Jibril?”

Malaikat Jibril menjawab, “Itu adalah wangi dari kuburan seorang perempuan salehah bernama Siti Masyitah, dan anak-anaknya.”

Kisah perempuan yang memegang teguh kebenaran dan keimanan kepada Allah SWT ini diriwayatkan dalam hadis Ibnu Abbas.

Siapa Siti Masyitah, perempuan salehah yang dimaksud Malaikat Jibril? Ia hidup di zaman Fir’aun, si Raja kejam yang menganggap dirinya sebagai tuhan. Di sekitar Fir’aun ternyata ada beberapa orang dekatnya secara diam-diam beriman kepada Allah SWT dan Nabi Musa AS. Mereka mengikuti tuntunan Kitab Taurat yang disampaikan Nabi Musa AS.

Orang-orang terdekat itu adalah Siti Asyiah, yaitu istri dari Fir’aun, dan Siti Masyitah yang mengurus anak Fir’aun. Seorang lagi bernama Hazaqil, yakni pembuat peti untuk menaruh bayi Musa yang dihanyutkan ke Sungai Nil. Ketaatan ketiga orang ini terhadap Allah SWT tidak diketahui oleh Fir’aun.

Di istana, Hazaqil menjadi orang kepercayaan Fir’aun. Dia menikah dengan Siti Masyitah yang bertugas sebagai pengasuh anak perempuan Fir’aun. Suatu hari terjadi perdebatan sengit antara Fir’aun dengan Hazaqil. Fir’aun menjatuhkan hukuman mati kepada ahli sihir yang menyatakan beriman kepada Nabi Musa. Keputusan tersebut ditentang keras oleh Hazaqil.

Sikap tersebut membuat Fir’aun curiga terhadap orang dekatnya ini. “Jangan-jangan Hazaqil selama ini beriman pula kepada Nabi Musa,” pikir Fir’aun. Sikap Hazaqil tersebut diganjal hukuman mati oleh Fir’aun. Namun Hazaqil tidak takut menghadapi ancaman Fir’aun, karena dia yakin Tuhan yang diimani-Nya tidak ada yang lain, kecuali Allah.

Suami Siti Masyitah ini ditemukan meninggal dengan kondisi mengenaskan. Tangannya terikat di pohon kurma, tubuhnya penuh dengan tusukan anak panah. Masyitah sangat sedih melihat kondisi suaminya. Namun dia bersabar, dan berserah diri kepada Allah.

Keadaan ini dia adukan kepada istri Fir’aun. Siti Asyiah memberikan nasihat agar Masyitah bersama anak-anak sabar. Namun, dia bisa membaca isyarat dari Siti Masyitah yang beriman kepada Allah. Di akhir nasihatnya, Asyiah mengatakan bahwa selama ini dia juga beriman kepada Allah, tapi menyembunyikan di hadapan suaminya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement