Sabtu 16 Jun 2012 14:17 WIB

Prof Dr H Syamsul Anwar MA: Menyatukan Kalender Islam Itu Wajib (2)

Rukyatul Hilal
Foto: Antara
Rukyatul Hilal

REPUBLIKA.CO.ID, Mengapa harus sebelum Matahari terbenam?

Jika sesudah Matahari tenggelam, berarti ijtimak itu Bulan belum satu putaran sinodis. Belum cukup satu bulan atau belum 29,5 hari. Oleh ka rena itu, kalau terjadi sebelum Magh rib, sudah terpenuhi syarat kedua. Tetapi, jika lewat Maghrib, misalnya, pukul 19.00, 20.00, dan seterusnya, ya belum memenuhi syarat kedua.

Adapun ketiga, saat terbenam Matahari, posisi Bulan belum terbenam. Dengan kata lain, Bulan harus terbenam belakangan dari Matahari. Atau, Bulan sudah di atas ufuk. Ini karena meski sudah ada syarat pertama dan kedua, kalau pukul 17.00 terjadi ijtimak, dimungkinkan Bulan sudah terbenam lebih dulu. Maka, itu disyaratkan Bulan belum terbenam.

Nabi pernah bersabda yang inti nya berpuasalah karena rukyat. Itu pasti Bulan di atas ufuk. Dan, yang ke dua, jika Bulan tidak terlihat, genapkan 30 hari. Bila ini yang terjadi, berarti kemarin petang Bulan sudah tenggelam lebih dulu dan dalam tem po 24 jam Bulan di atas ufuk. Apabila tiga syarat ini sudah terpenuhi maka esok hari sudah masuk Bulan baru.

Jika ada satu syarat tidak terpenuhi?

Ini syarat kumulatif. Artinya, ketiganya harus terpenuhi seluruhnya. Satu saja tidak terpenuhi, ya tidak bisa. Maka, untuk Ramadhan ini, ijtimak pada Kamis, 19 Juli pukul 11.25 atau menjelang tengah hari. Pada petang harinya, Bulan terbenam belakangan dari Matahari, artinya Bulan di atas ufuk atau 1 3/4 derajat.

Karena itu, besoknya, pada Jumat, 20 Juli, sudah masuk 1 Ramadhan. Sehingga, untuk Ramadhan ada kemungkinan berbeda dengan pemerintah karena pemerintah mensyaratkan sekurangnya tinggi hilal dua derajat.

Sebagian kalangan mempertanyakan Muhammadiyah yang kukuh dengan sistem hisab. Komentar Anda?

Itu yang paling penting kita jelaskan. Ada sebagian kalangan bahkan menilai kami terlalu egoistis. Memang benar, Nabi memerintahkan kepada umat untuk memulai Ramadhan, Idul Fitri, bahkan Idul Adha dan Muharram menggunakan rukyat.

Nabi bersabda, “Apabila kamu me lihat hilal berpuasalah dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah.” Ini satu hadis sahih yang tidak ada yang membantah. Muhammadiyah pun tidak pernah membantah itu.

Muncul pertanyaan, mengapa Nabi perintahkan rukyat? Dalam perspektif Muhammadiyah, perintah rukyat itu merupakan perintah yang ada alasannya. Nah, itu dijelaskan dalam hadis lain yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

“Sesungguhnya kami adalah umat yang umi, kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari.”

Jadi, di situ Nabi menjelaskan, tidak memakai hisab karena umat ketika itu umumnya belum menguasai tulis-baca. Itu satu hal. Dalam istilah ilmu fikih, itu illat-nya atau alasannya. Sehingga, jika umat sudah bisa menghisab, tidak perlu lagi rukyat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement