Jumat 15 Jun 2012 09:18 WIB

Ahmad Noe'man: Menara, Bentuk Ijtihad Arsitek Muslim

Sebuah menara masjid tampak di salah satu sudut kota di Swiss.
Foto: AP
Sebuah menara masjid tampak di salah satu sudut kota di Swiss.

REPUBLIKA.CO.ID,  Menara masjid merupakan wujud perkembangan arsitektur Islam sekaligus bukti keunikan khas dari berbagai wilayah dan zaman. Namun demikian, ia bukan semata konstruksi yang menjadi ‘atribut’ bagi keberadaan bangunan masjid.

“Ia memiliki makna yang lebih luas dari itu,” kata arsitek senior Indonesia, Ahmad Noe’man. Kepada Republika, pendesain konstruksi Masjid Salman ITB itu menjelaskan, menara masjid lahir sebagai bagian dari upaya umat dalam memenuhi dan memaksimalkan fungsi azan. Berikut penuturannya kepada reporter Republika, Devi A. Oktavika.

 

Bagaimana sejarah kelahiran menara masjid hingga ia melengkapi arsitektur masjid saat ini?

 

Pada dasarnya, sebagaiman juga kubah, pembangunan menara tidak disyariatkan, baik oleh dalam Alquran maupun Sunnah (hadis). Saya pernah menelusurinya dan memang Allah ataupun Rasulullah tidak sekalipun memerintahkan atau menganjurkan pembangunan masjid.

Maka dapat disimpulkan bahwa menara adalah murni buah kreativitas manusia. Terlebih jika kita merujuk pada riwayat yang menceritakan tentang awal mula dikumandangkannya azan. Seruan shalat itu ditetapkan pada tahun pertama Hijriyah, setelah Nabi Muhammad saw bersama kaum Mukminin hijrah ke Madinah.

Salah satu orang yang paling awal mengimani Rasulullah saw, Bilal bin Rabah, bertanya kepada Rasulullah cara azan dan mengumandangkannya untuk pertama kali. Lalu, di tengah-tengah azan, Rasulullah memintanya berhenti sejenak dan menyuruhnya naik ke tempat yang lebih tinggi.

Pada masa itu, masjid yang dibangun Rasulullah tidak memiliki menara seperti sekarang. Maka Bilal berazan dari tempat-tempat yang tinggi. Sebagian referensi menyebutkan Bilal mengumandangkan azan dari bumbung masjid, dan sebagian lainnya menyebut atap bangunan di sekitar masjid atau bukit.

Intinya, karena azan adalah seruan, ketinggian diperlukan untuk mengumandangkannya. Mengapa? Karena semakin tinggi (tempat azan dikumandangkan), maka semakin sedikit hal-hal yang dapat menghalangi aliran suara yang dikumandangkan, sehingga radius atau jangkauan azan menjadi semakin luas.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement