Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Ada pemusatan dan ada penyebaran. Allah Maha Esa. Kita fokus ke situ. Akan tetapi, apa yang dilihat pancaindera itu beragam dan beraneka.
Namun, semuanya terhubungkan dengan Allah. Warna-warni yang kita lihat di alam semesta ini sumbernya satu, Allah Yang Esa.
Ada kehadiran dan ada ketiadaan. Ini lebih menukik. Satu sisi kita merasakan Allah hadir dalam diri kita, di sisi lain hampa. Kadang kita kosong, kadang penuh.
Kadang Dia muncul, kadang tiada. Dia adalah Maha Ada, meski tak terlihat. Dan yang terlihat ini sebetulnya adalah manifestasi dari Yang Ada. Ketiadaan di sini bukan berarti menafikan.
Ada kemabukan dan ada kewarasan. Yang bisa memabukkan bukan hanya alkohol dan narkoba. Ada mabuk positif dan ada mabuk negatif. Mabuk bagi seorang sufi adalah supersadar (di atas kesadaran). Kesadaran seperti ini susah dijelaskan.
Ketika kita sedang bermesraan dengan Allah, menangis di atas sajadah, terisak-isak, orang lain mungkin melihat kita sedang tidak sadar. Akan tetapi, sebenarnya kita sangat sadar, bahkan kita sedang berada di puncak bersama Allah.
Ketika mencintai seseorang saja kita bisa mabuk, begadang semalaman, membuat surat, dan lain-lain. Berkhayal, berimajinasi, membayangkan si dia hadir bersama kita. Bagaimana mabuknya kalau kita mencintai Allah?
Seorang sufi yang sedang mabuk kepada Allah suka mengungkapkan ucapan-ucapan yang terdengar aneh di mata orang lain (syuthuhat). Misalnya, “Tak ada di dalam jubahku ini selain Allah.” Berarti dalam jubah itu ada dua sosok yang bergumul menjadi satu, hamba dan Tuhan.
Atau ungkapan, “Subhânî subhânî (Mahasuci Aku). Aku adalah Allah, Allah adalah aku.” Aku ini siapa? Tak ada. Yang ada hanyalah Allah. Hanya Allah-lah yang wujud. Selain itu, hanya efek dari yang wujud.
Ada penafian dan ada penetapan. Kadang kita ragu, benarkah yang datang di dalam kalbu ini Allah? Jangan-jangan bukan, melainkan hanya imajinasi saja. Di sini terjadi pertentangan antara rasio dan rasa.
Maka, untuk meyakinkannya, kecilkan rasio dan besarkan rasa. Yakinilah bahwa kita telah mendaki dan kita sudah sampai puncak. Maka, yang kita jumpai pastilah Allah. Maka, akan ada penampakan. Dan segala rahasia gaib pun tersibak. Wallahua’lam.




