Rabu 30 May 2012 10:30 WIB

Menasihati Pemimpin yang Bengal, Inilah Caranya

Ustad KH Tengku Zulkarnain memberikan ceramah dalam acara Dzikir Nasional 'Solidaritas untuk Bangsaku' di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta (31/12).
Foto: Republika/Yogi Ardhi Cahyadi
Ustad KH Tengku Zulkarnain memberikan ceramah dalam acara Dzikir Nasional 'Solidaritas untuk Bangsaku' di Masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta (31/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb,

Ustaz, kalau kita lihat pemimpin-pemimpin kita sekarang, baik yang duduk di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, kian hari semakin jauh dari keinginan dan harapan rakyat yang mereka pimpin. Di satu sisi, rakyat menginginkan mereka dengan sungguh-sungguh memikirkan dan mengusahakan kesejahteraan, keamanan, keadilan, serta melindungi rakyat mereka dalam menjalankan agama dan ajarannya. Tetapi, para pemimpin kita malah melakukan yang sebaliknya dengan hanya memikirkan kepentingan dan kesenangan pribadi atau kelompok mereka.

Kekacauan dibiarkan dan hukum dipermainkan yang hanya berlaku bagi rakyat jelata. Penghancuran ajaran, nilai, dan norma agama dengan secara sengaja dibiarkan berlaku, seperti liberalisme, pluralisme, sekularisme, satanisme, feminisme, dan isme-isme lainnya yang bertentangan dengan ajaran agama, norma, etika, adat, dan kearifan lokal bangsa Indonesia.

Bagaimana sikap kita sebagai umat Islam terhadap pemimpin seperti itu, Ustaz? Dan, bagaimana kita menjalankan kewajiban amar makruf nahi mungkar kita untuk mengingatkan pemimpin?

Maulavi AK

Waalaikumussalam wr wb,

Tabiat umum penguasa adalah sombong dan kejam. Sementara, efek kejahatan yang dilakukan seorang pemimpin sangat besar dan berbahaya dibanding sejuta demonstran. Perhatikan bagaimana kehancuran umat masa lalu yang dimusnahkan Allah akibat kemungkaran pemimpinnya, seperti Jalut, Abrahah, Firaun, dan lainnya. Perhatikan berapa korban yang ditimbulkan kejahatan pemimpin dalam peristiwa Arab Spring baru-baru ini di Tunisia dan Libya. Kemudian, saat ini kekejaman yang dilakukan pemimpin di Suriah. 

Karena itu, menasihati dan memperingatkan pemimpin yang bengal di Indonesia juga sangat penting dan besar manfaatnya. Alquran menjelaskan bahwa umat bangsa ini hanya akan mulia jika menjalankan kewajiban amar makruf nahi mungkar serta senantiasa beriman dengan menegakkan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali ‘Imran [3]: 110).

Rasulullah SAW juga menekankan kepada umatnya untuk melakukan kewajiban itu dan tidak melalaikannya meskipun hanya dengan membenci kemungkaran tersebut, hal itu adalah selemah-lemahnya iman.

Rasulullah SAW menegaskan dalam sabdanya, diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Pada suatu Hari Raya, Marwan mengeluarkan mimbar, kemudian memulai dengan khotbah sebelum shalat Ied. Maka, seorang laki-laki mengingatkannya dengan berkata, ‘Wahai Marwan, engkau telah menyalahi sunah dengan mengeluarkan mimbar pada hari ini yang sebelumnya tidak pernah dikeluarkan dan engkau memulai dengan khotbah sebelum shalat dan itu tidak pernah dilakukan.’ Abu Sa’id lalu berkata, ‘Laki-laki ini telah menjalankan kewajibannya, saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengubahnya dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengubahnya dengan hatinya dan itulah keimanan yang paling lemah.’” (HR Muslim, Tirmizi, Ibnu Majah, al-Nasa’i, Abu Daud, dan Ahmad).

Beramar makruf saja tidak cukup tanpa nahi mungkar. Karena, tanpa mencegah kemungkaran maka amar makruf akan kehilangan makna sebagaimana tidak melarang orang yang membocorkan perahu maka seluruh nakhoda dan penumpangnya akan tenggelam. Allah SWT telah menceritakan dalam Alquran tentang mereka.

Allah SWT berfirman, “Dan, peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan, ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS al-Anfal [8]: 25).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Tidaklah tampak zina di suatu kaum sehingga dilakukan secara terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.” (HR Ibnu Majah, al-Hakim, dan Abu Nu’aim).

Apalagi, jika kemungkaran itu dilakukan oleh pemimpin maka dampak kerusakan yang ditimbulkannya akan sangat lebih berbahaya, Rasulullah SAW bersabda, “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat yang haq (kebenaran) kepada penguasa yang zalim.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmizi).

Nabi SAW juga mengatakan bahwa jika tidak ada lagi dari suatu umat yang berani mengatakan kepada penguasa atau orang yang berbuat zalim bahwa ia telah berbuat zalim maka tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari umat tersebut. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang zalim, ‘Hai zalim! Maka, bisa diucapkan selamat tinggal bagi mereka (tidak bisa diharap lagi kebaikan dari mereka).’” (HR Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Hakim). Wallahu a’lam bish shawab

Dikutip dari Konsultasi Agama Harian Republika yang diasuh Ustaz Bachtiar Nasir, sekjen MIUMI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement