Senin 28 May 2012 17:47 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Salman Al-Farisi, Sang Pencari Kebenaran (8-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika Salman RA berada di atas pembaringan menjelang ajalnya, Sa’ad bin Abi Waqqash datang menjenguknya. Lalu Salman menangis.

“Apa yang Anda tangiskan, Wahai Abu Abdillah?” tanya Sa’ad. “Padahal, Rasulullah SAW wafat dalam keadaan ridha kepada anda?”

"Demi Allah, aku menangis bukanlah karena takut mati ataupun mengharap kemewahan dunia, hanya Rasulullah telah menyampaikan suatu pesan kepada kita. Beliau bersabda, ‘Hendaklah bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara.’ Padahal, harta milikku begini banyaknya,” ujar Salman.

“Saya perhatikan tak ada yang tampak di sekelilingku kecuali satu piring dan sebuah baskom,” kata Sa’ad.

Lalu kata Sa’ad lagi, "Wahai Abu Abdillah, berilah kami suatu pesan yang akan kami ingat selalu darimu!” 

“Wahai Sa’ad, ingatlah Allah di kala dukamu, sedang kau menderita. Dan pada putusanmu jika kamu menghukumi. Dan pada saat tanganmu melakukan pembagian.”

Rupanya inilah yang telah mengisi kalbu Salman mengenai kekayaan dan kepuasan. Ia telah memenuhinya dengan zuhud terhadap dunia dan segala harta, pangkat dengan pengaruhnya, yaitu pesan Rasulullah SAW kepadanya dan kepada semua sahabatnya, agar mereka tidak dikuasai oleh dunia dan tidak mengambil bagian daripadanya, kecuali sekedar bekal seorang pengendara.

Salman telah memenuhi pesan itu sebaik-baiknya, namun air matanya masih jatuh berderai ketika rohnya telah siap untuk berangkat, khawatir kalau-kalau ia telah melampaui batas yang ditetapkan. Tak terdapat di ruangannya kecuali sebuah piring wadah makannya dan sebuah baskom untuk tempat minum dan wudhu, tetapi walau demikian ia menganggap dirinya telah berlaku boros.

Tak satu pun barang berharga dalam kehidupan dunia ini yang digemari atau diutamakan oleh Salman sedikit pun, kecuali suatu barang yang memang amat diharapkan dan dipentingkannya, bahkan telah dititipkan kepada istrinya untuk disimpan di tempat yang tersembunyi dan aman.

Ketika dalam sakit yang membawa ajalnya, yaitu pada pagi hari kepergiannya, dipanggillah sang istri untuk mengambil titipannya dahulu. Kiranya hanyalah seikat kesturi yang diperolehnya waktu pembebasan Jalula dahulu. Barang itu sengaja disimpan untuk wangi-wangian di hari wafatnya.

Kemudian sang istri disuruhnya mengambil secangkir air, ditaburinya dengan kesturi yang dikocok dengan tangannya, lalu kata Salman kepada istrinya, “Percikkanlah air ini ke sekelilingku. Sekarang telah hadir di hadapanku makhluk Allah yang tiada dapat makan, hanyalah gemar wangi-wangian.”

Setelah selesai, ia berkata kepada istrinya, “Tutupkanlah pintu dan turunlah!” Perintah itu pun diturut oleh istrinya.

Dan tak lama antaranya istrinya kembali masuk, didapatinya roh yang beroleh berkah telah meninggalkan dunia dan berpisah dari jasadnya. Ia telah mencapai alam tinggi, dibawa terbang oleh sayap kerinduan, rindu memenuhi janjinya untuk bertemu lagi dengan Rasulullah Muhammad SAW dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar, dan para syuhada lainnya.

sumber : Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement