Rabu 23 May 2012 19:59 WIB

Mungkinkah Berguru kepada Penghuni Alam Lain? (3-habis)

Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Di dalam sebuah hadis disebutkan, “Seandainya bukan karena dosa yang menutupi kalbu Bani Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad dari Abi Hurairah).

Sebaliknya, penghuni makhluk cerdas alam lain, yang diistilahkan dalam Alquran man fi al-sama’, juga bisa menyaksikan hamba-hamba kekasih Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan Rasulullah, “Sesungguhnya para penghuni langit mengenal penghuni bumi yang selalu mengingat dan berdzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di langit.”

  

Dalam Alquran dinyatakan dalam ayat, “Untuk mereka kabar gembira waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.” (QS. Yunus: 64). Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini.

Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah SWT kepadanya.”

Dalam ayat lain lebih jelas lagi Allah berfirman, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.” (QS. Al-Zumar: 42).

Dalam kita-kitab tafsir Isyari, ayat ini mendapatkan komentar panjang bahwa di waktu tidur orang bisa mendapatkan banyak pencerahan. Bahkan, dalam Alquran juga menunjukkan kepada kita sejumlah syariat dibangun di atas mimpi (al-manam), seperti perintah ibadah kurban (QS. Al-Shafat: 102).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berkomunikasi dan sekaligus belajar kepada para penghuni alam lain sangat dimungkinkan oleh orang-orang yang telah sampai kepada maqam tertentu.

Namun, kita perlu hati-hati bahwa sehebat apa pun ilmu dan inspirasi yang diperoleh seseorang tetap tidak boleh menyetarakan diri dengan Nabi Muhammad sebagai khatamun nubuwwah.

Kehati-hatian lain ialah jangan sampai bisikan setan dianggap bisikan suci dari penghuni alam lain. Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali pernah mewanti-wanti, jika ada orang menjalani suluk tanpa syekh atau mursyid, dikhawatirkan setan yang akan membimbingnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement