Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Ayat pertama (QS. Al-'Alaq: 1-5) di turunkan di malam hari. Ayat-ayat tersebut sekaligus menandai pelantikan Muhammad SAW sebagai Nabi di malam hari.
Tidak lama kemudian, turun ayat dalam surah Al-Muddatstsir yang menandai pelantikan Nabi Muhammad, sekaligus sebagai Rasul menurut kalangan ulama Ulumul Qur'an.
Peristiwa Isra' dan Mikraj, ketika seorang hamba mencapai puncak maksimum (sidrah al-muntaha) juga terjadi di malam hari. Yang tidak kalah pentingnya ialah lailah al-qadr khair min alf syahr (malam lailatul qadr lebih mulia dari seribu bulan), bukannya siang hari Ramadhan (nahar al-qadr).
Di malam hari memang menampilkan kegelapan. Tapi, bukankah kegelapan malam itu menjanjikan sebuah keheningan, kesenduan, kepasrahan, kesyahduan, kerinduan, kepasrahan, ketenangan, dan kekhusyukan? Suasana batin seperti ini amat sulit diwujudkan di siang hari.
Seolah-olah, yang lebih aktif di siang hari ialah unsur rasionalitas dan maskulinitas kita sebagai manusia untuk mendukung fungsi kekhalifahan di muka bumi. Sedangkan di malam hari, yang lebih aktif ialah unsur emosional-spiritual dan femininitas, untuk mendukung kapasitas kita sebagai hamba (abid). Dua kapasitas manusia ini menjadi penentu keberhasilan hidup seseorang.
Kecerdasan
Surah Al-Isra' (17) diapit oleh dua surah yang serasi, yaitu Al-Nahl (16) dan Al-Kahfi (18). Surah Al-Nahl dianggap simbol kecerdasan intelektual, karena berkaitan dengan dunia keilmuan (kisah lebah).
Surah Al-Kahfi sebagai simbol surah kecerdasan spiritual, karena berkaitan dengan cerita keyakinan dan spiritualitas (kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa, Ashabul Kahfi dan Dzulqarnain).
Sedangkan surah Al-Isra' sering dijadikan sebagai simbol kecerdasan emosional, karena di dalamnya diceritakan pengaruh kematangan emosional dan prestasi puncak seorang hamba. Itulah sebabnya, ketiga surah yang menempati pertengahan juz Alquran disebut dengan surah tiga serangkai; surah IQ, EQ, SQ.




